TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN sebagai instrumen fiskal harus bekerja keras menjadi countercyclical saat berbagai sektor terpuruk selama krisis pandemi Covid-19. APBN bahkan harus mengalami defisit hingga 6,1 persen dari pendapatan domestik bruto atau PDB untuk menopang kebutuhan penanganan krisis yang membengkak.
“APBN kerja ekstra keras pada saat penerimaan turun karena pembayar pajak kita semua lagi megap-megap,” ujar Sri Mulyani dalam acara diskusi Katadata yang disiarkan secara virtual pada Kamis, 25 Maret 2021.
Baca Juga: IHSG Anjlok 1,54 Persen dan Ditutup di Level 6.156,14, Apa Saja Penyebabnya?
Sepanjang 2020, pemerintah menganggarkan dana pemulihan ekonomi nasional atau PEN mencapai Rp 695 triliun sebagai respons fiskal atas terjadinya krisis. Dari dana itu, sebanyak Rp 553 triliun terserap sampai akhir tahun. Alokasi dana PEN masih dilanjutkan pada 2021 dengan jumlah hampir Rp 700 triliun atau naik dari rencana sebelumnya sebesar Rp 330 triliun.
Ia menjelaskan selama pandemi Covid-19, instrumen fiskal telah membantu memberikan stimulus bagi masyarakat yang mengalami penurunan pendapatan, terdampak PHK, hingga mendukung dunia usaha. Dorongan fiskal juga membantu kelompok sosial masyarakat dan institusi pendidikan, seperti sekolah dan pesantren, melalui bantuan yang disalurkan dalam bentuk insentif kuota Internet.
Kebijakan fiskal harus diambil agar perekonomian tidak kolaps saat konsumsi, investasi, hingga ekspor dan impor mengalami pelemahan. Menurut Sri Mulyani, dalam memutuskan kebijakan, pemerintah tidak sekadar memikirkan pemulihan ekonomi, namun juga mendorong agar seluruh sektor tumbuh lebih kuat pasca-krisis.
Meski mengalami tantangan berat sepanjang tahun lalu, Sri Mulyani mengatakan kondisi perekonomian pada 2021 sudah mulai menunjukkan tren pemulihannya. “Kita mulai melihat konsumsi sedikit recover walaupun belum masuk ke positif zone, investasi mulai positif walau kita lihat kredit di perbankan masih negatif, tapi mereka (perbankan) bilang 2021 sudah mulai ekspansi lagi,” kata Sri Mulyani.
Di samping itu, capital market pun mulai bullish. Sedangkan secara global, pemulihan tampak pada pertumbuhan ekonomi negara-negara maju seperti Amerika, Eropa, dan Cina yang sudah bergerak ke arah lebih baik.
Kala perekonomian berangsur pulih, Sri Mulyani mengatakan negara harus kembali berkonsolidasi untuk memperbaiki struktur fiskal APBN. “Saat agregat demand mulai pulih, fiskal mulai menonjol, jadi kita konsolidasi lagi. Kita kerja keras kalau tidak hati-hati kita bisa jebol sendiri,” kata dia.