TEMPO.CO, Jakarta – PT Bank Central Asia atau BCA dan Citibank di Amerika Serikat sama-sama menghadapi kasus salah transfer dana belum lama ini. Salah transfer yang dilakukan Bank BCA terjadi di kantor cabang Citraland, Surabaya, dengan nilai transfer sebesar Rp 51 juta pada 2020.
Sementara itu, masalah yang dialami Citibank diakibatkan oleh kesalahan nilai transfer sebesar US$ 900 juta. Bank tak sengaja mentransfer uang dengan nominal lebih besar dari yang semestinya dikirim, yakni US$ 8 juta, untuk pembayaran bunga kepada sejumlah kreditur perusahaan kosmetik Revlon Inc.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE), Piter Abdullah, mengatakan kasus yang menimpa BCA dan Citibank berbeda. Dalam kasus BCA, bank keliru melakukan transfer kepada nasabah yang seharusnya tidak menerima uang tersebut.
Sedangkan, pada kasus Citibank Amerika, bank salah melakukan input pada nilai transfer. “Jadi di Citibank bukan transaksi nyasar, hanya nilainya yang terlalu besar,” ujar Piter saat dihubungi Tempo pada Jumat, 26 Februari 2021 lalu.
Baca Juga: Kasus Salah Transfer BCA, Pakar Hukum: Penerima Dana Wajib Mengembalikan
Dari sisi hukum, perkara kedua bank pun berbeda. Di Amerika, Piter mengatakan tak ada beleid tertulis yang secara khusus mengatur terkait perkara salah transfer. Karena itu, perkara diputuskan dengan preseden dari kasus yang terjadi sebelumnya, yang kemudian dipakai sebagai rujukan hukum.
Sementara itu, hukum di Indonesia memiliki aturan yang melindungi bank melalui Undang-undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana. Dalam undang-undang tersebut, penerima dana transfer yang menggunakan uang yang semestinya bukan menjadi miliknya bisa terancam pidana hingga denda.
“Jadi dalam kasus BCA, bukan salah transfernya yang kemudian menjerat nasabah, tetapi penggunaan uang tersebut, sementara yang bersangkutan tahu kalau dana itu bukan miliknya,” kata Piter.