TEMPO.CO, Jakarta - Eks Direktur Utama PT Bursa Efek Jakarta Hasan Zein Mahmud angkat bicara menanggapi rencana PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menghapus kode broker sebagai bagian informasi dalam running price saat jam perdagangan berlangsung mulai akhir Juni mendatang.
Hasan yang menjabat sebagai bos BEJ pada periode periode 1991-1996 ini keberatan dengan rencana tersebut karena secara otomatis akan menurunkan kualitas transparansi dan level playing field dalam perdagangan. Bagi para traders, info transaksi para broker menjadi relevan dan merupakan informasi yang sensitif.
Lebih jauh, menurut Hasan, yang perlu diatur sebetulnya adalah aksi pom-pom saham yang kerap menggiring investor untuk masuk ke saham tersebut. Hal itu bisa dikurangi bila para buzzers, pom-pom, influencers, ditampilkan di depan publik, serta dibuat aturan tata cara dan kode etik.
Ia menilai seharusnya para influencers diatur. Selain itu, yang juga sering kali salah kaprah paling parah di pasar modal Indonesia, menurut Hasan, adalah menyamakan bandar dan market makers.
"Market makers itu profesi jelas dan terang benderang. Bandar itu makhluk halus. Market makers itu registered, punya aturan, diawasi, punya kode etik. Bandar adalah pencari lubang, pembuat lubang," ujar Hasan dalam keterangannya, Kamis, 25 Februari 2021.
Lebih jauh Hasan mencontohkan Bursa Amerika Serikat NASDAQ bertransaksi lewat market makers. Obligasi pemerintah juga diperdagangkan lewat market makers. Semua primary dealers di pasar perdana wajib menjadi market makers di pasar sekunder.
Dengan begitu, harga surat utang pemerintah federal tersebut menjadi sangat likuid, harganya transparan dan transaksinya wajar. Contoh lain, di NYSE ada market maker yang disebut specialist. Specialists itu menyediakan likuiditas, bertindak sebagai traders of the last resort dan menjaga kewajaran harga.