Selain itu, kenaikan harga minyak juga dipengaruhi oleh turunnya persediaan minyak mentah AS. Stok minyak mentah pekan lalu turun untuk minggu ketiga berturut-turut, berkurang 6,6 juta barel menjadi 469 juta barel, terendah sejak Maret, menurut Badan Informasi Energi.
Adapun analis dalam jajak pendapat Reuters memperkirakan akan ada kenaikan pasokan minyak 985.000 barel. “Kombinasi aktivitas penyulingan yang lebih tinggi dan impor yang lebih rendah menghasilkan penarikan persediaan minyak ketiga berturut-turut, dan penurunan yang kuat pada saat itu,” kata Matt Smith, direktur riset komoditas di ClipperData. Ia juga memperingatkan bahwa peningkatan persediaan bensin mengimbangi penarikan yang bullish.
Minyak mentah sebelumnya melonjak sejak November ketika pemerintah sejumlah negara memulai program vaksinasi untuk Covid-19. Tak hanya itu, penggelontoran paket stimulus dengan nilai besar untuk meningkatkan aktivitas ekonomi dan juga keputusan produsen minyak terbesar untuk membatasi pasokan jadi faktor pendorong kenaikan harga minyak.
Seperti diketahui, eksportir utama Arab Saudi secara sepihak mengurangi pasokan pada Februari dan Maret. Hal ini semakin melengkapi pemotongan yang disepakati oleh anggota lain dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC+.
Beberapa analis memperkirakan pasokan akan menurunkan permintaan pada 2021 karena lebih banyak orang mendapatkan vaksinasi dan mulai melakukan perjalanan dan bekerja di kantor. "Ini akan menjadi paruh kedua tahun ini yang kuat dan harga minyak adalah cerminan dari itu," kata Craig Erlam, analis pasar senior OANDA Eropa. Ia memperkirakan harga minyak WTI dan Brent bakal stabil di kisaran US$ 60 per barel.
ANTARA
Baca: OPEC+ Sepakat Kurangi Produksi, Harga Minyak Mentah Melejit ke USD 58,46