Lebih jauh, ia menjelaskan, Pertamina memilih menerbitkan global bond dengan tenor jangka pendek untuk menekan biaya utang (cost of debt) perseroan.
"Kemarin tenor panjang-panjang. Tenor panjang kan tentunya kupon akan semakin ke-press. Ini salah satunya lowering cost of debt kami sama kami akan gunakan untuk capex," kata Emma.
Dalam kesempatan itu, Emma juga menyebutkan perseroan membukukan laba sekitar US$ 1 miliar atau sekitar Rp 14 triliun. Dia mengatakan terjadi peningkatan kinerja keuangan, karena pada semester I 2020, Pertamina membukukan rugi Rp 11 triliun.
"Alhamdulillah di posisi Desember ini, kita secara in house closing unaudited posisi membukukan laba sekitar US$ 1 miliar sekitar Rp 14 triliun," kata Emma.
Dia berharap angka itu bisa meningkat karena audit masih belum selesai, baik audit oleh kantor akuntan publik (KAP) ataupun dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Emma bersyukur Pertamina bisa mencatatkan laba di masa pandemi, di mana perusahaan lain seperti British Petroleum BP membukukan rugi Rp 80 triliun, dan Exxon rugi ratusan triliun.
BISNIS
Baca: Bos Pertamina: Tesla Berminatnya Energy Storage, Bukan EV Battery