Ros terpaksa memutuskan memangkas jumlah karyawannya dari 11 orang menjadi empat orang sampai saat ini. “Saya terpaksa melakukan itu, karyawan yang kita rumahkan adalah suaminya yang masih bekerja, sedangkan empat karyawan yang kita pertahankan karena suami mereka ada yang sakit, tidak bekerja dan lainnya. Tetapi suatu saat saya akan panggil mereka lagi,” katanya.
Namun belakangan, mulai akhir 2020 kondisi sudah mulai agak membaik. Sejumlah produknya kembali diekspor ke Singapura meskipun transaksi via online. Ia pun terbuka dengan berbagai usulan inovasi bisnis yang bermunculan.
Di masa pandemi ini, kata Ros, jaringan bisnisnya terus dijaga betul. Selain itu, ia lebih adaptif dalam menjalankan bisnis dengan mengaktifkan bisnisnya lewat jalur online. “Kalau dulu kita antar ke sana (Singapura). Sekarang kita tinggal kirim, semuanya serba online,” kata Ros.
Masih kuat dalam ingatan Ros, di sebuah seminar beberapa tahun lalu ia harus menuliskan rancangan bisnisnya lima tahun ke depan. Saat itu, ia menuliskan, dalam lima tahun yang akan datang akan membukukan omzet penjualan hingga ratusan juta rupiah setiap bulan, memiliki karyawan minimal 10 orang, dan punya ruang produksi sendiri.
Siapa sangka bahwa keinginan masa lalunya itu tercapai saat ini. “Bisa jualan di mal, mengikuti pameran dunia, ekspor produk sendiri ke Beijing, Cina. Itu adalah mimpi seorang anak petani, saya sangat bersyukur,” kata Ros. Ia berharap usaha ini bakal dilanjutkan oleh anak cucunya sehingga lebih besar dari yang ada sekarang.
Direktur Eksekutif Al Ahmadi Entrepreneurship Center Lisya Anggraini menyebutkan bisnis keripik pisang Ros adalah satu dari banyak UMKM yang ada di Batam tumbuh sangat cepat. Sebelum pandemi, sudah ada tiga UMKM seperti Ros yang sudah ekspor ke luar negeri, di antaranya keripik pisang, bumbu pecel, dan agar-agar kering.
UMKM itu sebelumnya bergabung dan mengikuti beberapa pelatihan AEC. “Alhamdulillah mereka sudah ekspor sekitar setengah ton beberapa bulan lalu, sekarang ini lagi proses ekspor santan,” kata Lisya.
Namun begitu, menurut Lisya, di kala pandemi seperti saat ini, hampir semua bisnis terpukul. Sebagian dari mereka juga mulai beralih ke sistem online seperti yang dilakukan Ros. Sebanyak 98 persen UMKM di Batam yang terdampak pandemi dan akhirnya proses penjajakan penjualan produk di Singapura pun terpaksa ditunda. “Saya bilang ke kawan-kawan UMKM, selain menyesuaikan diri dengan penjualan online, saat ini adalah waktu terbaik memperbaiki standardisasi produk."
Baca: BRI: Pencairan Bantuan Produktif Usaha Mikro Diperpanjang hingga 18 Februari