Di beberapa kesempatan pelatihan se-Sumatera, produk Ros juga menjadi finalis produk terbaik pada 2016. Ros terus melakukan inovasi salah satu dengan cara membuat produk baru yang lebih unik. “Pada 2017 saya akhirnya berinovasi membuat nangka goreng, dengan motto pola makanan sehat,” kata dia.
Beberapa kendala ia dapatkan, seperti naiknya harga bahan pokok seperti pisang dan nangka karena banyak permintaan. Tetapi berkat mentoring teman-temannya di komunitas Al Mahdi, Ros bisa keluar dari masalah itu. “Akhirnya saya cari lahan untuk tanam nangka sendiri,” katanya.
Ros merasa sangat terbantu dengan Al Ahmadi Entrepreneurship Center (AEC) karena mendorong bisnisnya agar bisa sebesar sekarang. Melalui komunitas ini juga Ros mengikuti beberapa pameran di negara lain, seperti Malaysia, Singapura dan lainnya. “Al Ahmadi terus support kita, misalnya kalau pameran di Singapura kita tidak bayar stand, padahal harga stand sampai 50 juta,” katanya.
Dari beberapa kali menggelar pameran di luar negeri itu pula, Ros terus berbenah. Ia kerap mendapat masukan dari buyer-nya yang berasal dari berbagai negara, seperti Arab, Turki, Jerman dan lainnya.
Para pembeli luar negeri itu sering kali mempertahankan kualitas dan legalitas produk. “Ketika itu 2018 saya pameran di Singapura, keripik ini ditanya BPOM nya, HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Points) dan lainnya,” kata Ros.
Lalu bagaimana kondisi bisnis keripik Ros di masa pandemi selama setahun belakangan ini? Ia mengaku tak jarang, pelanggannya maju mundur ketika akan bertransaksi.
Akibat pandemi Covid-19, penjualan turun drastis, baik di dalam maupun di luar negeri. Tak tanggung-tanggung, per Maret 2020 nilai penjualan bisnis Narata anjlok hingga 80 persen.