Yusuf kembali menekankan prinsip investasinya sangat sederhana karena semata-mata hubungannya dengan Tuhan. "Ada yang bilang kok utopia, dikit-dikit bawa Tuhan. Lha, mau bawa siapa lagi? Dia yang paling hebat," ucapnya.
Oleh karena itu saat menjalani investasi saham dengan cara itu pula, Yusuf mengaku tak pernah khawatir. "Sederhana rumusnya, gak usah khawatir, cemas, gelisah. Udah, beres, Aku yang take over, Aku yang tanggung, kata Allah."
Bila pola pikirnya seperti itu, kata Yusuf, hal ini berlaku untuk semua saham. "Cari kebaikan di semua saham. Bukan di angkanya. Tips berikutnya, berdoa," ucapnya.
Tak sedikit pihak yang mempersoalkan gaya investasi saham ala Yusuf Mansur yang tak terlalu memperhatikan analisis fundamental perusahaan. Bahkan ada yang membandingkan portofolio saham yang dipilihnya dengan investor kenamaan Lo Kheng Hong, misalnya.
Lo Kheng Hong yang disebut-sebut sebagai Warren Buffet-nya Indonesia mengaku tak mempunyai saham emiten BUMN Karya karena perusahaan di sektor tersebut cenderung memiliki utang dalam jumlah besar.
"Kebetulan saya sama sekali tidak punya sektor infrastruktur ini. WSKT, WIKA, ADHI, saya tidak punya. Kenapa? Karena saya takut beli perusahaan infrastruktur. Utangnya bisa Rp 50 triliun, ngeri banget. Tidak berani saya," kata Lo Kheng Hong dalam diskusi bersama KBRI Singapura, Senin, 18 Januari 2021.
Hal ini berbeda dengan Yusuf Mansur yang beberapa kali mengajak investor untuk membeli perusahaan konstruksi seperti Waskita Karya, dan sederet emiten BUMN lainnya. Bos Paytren Group yang membagikan konsep mansurmology ini kerap memberikan rekomendasi saham untuk memiliki perusahaan, bukan untuk mengejar keuntungan semata.
RR ARIYANI | BISNIS
Baca: Beda dengan Yusuf Mansur, Mengapa Lo Kheng Hong Hindari Saham BUMN Karya?