TEMPO.CO, Jakarta - Pada Januari 2021 ini, tepat 11 tahun sudah perusahaan e-commerce Bukalapak berdiri. Hingga saat ini, Bukalapak selalu membuka opsi untuk melantai di bursa alias melakukan Initial Public Offering (IPO), walau belum tahu kapan.
"Opsi itu tentunya akan kami selalu buka," kata CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin dalam konferensi pers menjelang HUT Bukalapak ke-11 di Jakarta, Rabu, 6 Januari 2020.
Menurut Rachmat, IPO memang menjadi salah satu opsi bagi perusahaan untuk meraih pendanaan. Praktik serupa, kata dia, juga telah terjadi pada daerah pusat teknologi seperti di Silicon Valley, Amerika Serikat.
Memang, kata dia, industri teknologi di Indonesia masih relatif muda. Bahkan, Bukalapak yang berumur 11 tahun pun sudah termasuk yang paling tua.
Tapi walaupun belum IPO, Bukalapak masih terus mendapatkan pendanaan dari korporasi besar dunia. Terakhir, pendanaan datang dari Microsoft sebesar US$ 100 juta pada November 2020.
Sehingga, kata Rachmat, investasi yang masuk ini tentu harus diikuti dengan penguatan governance dan kontrol di tubuh perusahaan. Sehingga, persiapan menuju IPO memang akan selalu dijalankan. "Pada saat yang tepat, akan kami lihat," kata dia.
Kalau Bukalapak masih menjadikannya opsi, beda halnya dengan perusahaan e-commerce lain di tanah air, yaitu Tokopedia. Baru-baru ini, Tokopedia mengumumkan telah menunjuk Morgan Stanley dan Citi sebagai penasihat untuk mengakselerasi rencana menjadi perusahaan publik.
Namun, Tokopedia belum memutuskan pasar dan metode untuk IPO. Manajemen mengungkapkan perusahaan tengah mengkaji salah satu skema, yakni special purpose acquisition company (SPAC) atau perusahaan akuisisi bertujuan khusus.
"SPAC merupakan salah satu opsi yang potensial yang bisa kami pertimbangkan, namun belum ada yang kami putuskan untuk saat ini,” tulis manajemen Tokopedia, dikutip dari Bisnis.com pada Kamis, 17 Desember 2020.
Baca: Bos Bukalapak Buka-bukaan Modal Awal: Tak Sampai Jutaan Rupiah