TEMPO.CO, Jakarta - Senin pagi, 29 Oktober 2018, pukul 06.32 WIB, pesawat Boeing 737-8 MAX registrasi PK-LQP yang dioperasikan oleh Lion Air dengan nomor penerbangan JT 610 lepas landas dari Bandara Soekarno Hatta Jakarta menuju Depati Amir Pangkal Pinang.
Belum 10 menit terbang, pilot terekam melakukan beberapa prosedur non-normal. Berdasarkan informasi dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi, pilot terdeteksi melakukan pengaktifan MCAS berulang-ulang. Pilot juga melakukan komunikasi dengan air traffic controller atau ATC selama beberapa kali untuk melaporkan kesulitannya dalam mengendalikan pesawat.
Karena ketidakmampuan pilot mengendalikan laju pesawat, pesawat lalu jatuh ke perairan Karawang, Jawa Barat. Dalam kejadian itu, sedikitnya 180 penumpang dan awak kapal tewas.
Kemarin, sejumlah keluarga korban kembali menyambangi kawasan Tanjung Pakis untuk berziarah dan melakukan tabur bunga. Dalam kunjungannya ke lokasi tragedi tersebut, Anton Sahadi, salah seorang keluarga korban, mengaku sedikit terkejut lantaran ternyata di sana telah dibangun sebuah monumen yang diniatkan untuk memperingati peristiwa kelam itu.
Pendirian monumen tersebut memang sempat menjadi janji dari Lion Air kepada keluarga korban. Namun demikian, Anton menyesalkan tidak adanya pelibatan keluarga dalam pendirian tugu peringatan itu.
"Ternyata monumen itu sudah dibangun tanpa memberi tahu Keluarga korban dan tidak melibatkan keluarga korban," ujar Anton kepada Tempo, Jumat, 30 Oktober 2020. Akibatnya, monumen yang dibangun tersebut tidak sesuai yang dijanjikan perseroan kepada keluarga korban.