Meski kinerjanya terkontraksi, otoritas memastikan industri asuransi nasional tetap sehat. Hal itu tercermin dari tingkat solvabilitas yaitu indikator risk based capital (RBC) yang masih jauh di atas threshold yang ditetapkan. “Industri asuransi jiwa masih 502 persen dan untuk asuransi umum 330 persen, dari threshold 120 persen,” kata Nasrullah.
Investasi dana kelolaan perusahaan asuransi di sisi lain menghadapi situasi naik turun yang patut dicermati ke depannya. Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK Riswinandi mengungkapkan kinerja pasar modal akan berdampak pada performa investasi industri asuransi.
“Kami mengingatkan kembali agar perusahaan senantiasa melakukan analisa terhadap risiko investasi, bagaimana penanganannya jika terjadi peningkatan risiko,” ujarnya. Perusahaan juga dinilai perlu terus melakukan kajian yang memadai, serta melakukan dokumentasi dalam melakukan penempatan dan pelepasan setiap portofolio investasi.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu mengatakan hingga Juni lalu, total investasi industri mencapai Rp 432,87 triliun, yang didominasi oleh portofolio investasi pasar modal. “Paling tinggi reksadana, disusul saham, lalu surat berharga negara (SBN), sukuk dan obligasi lainnya,” kata dia. Tak heran, situasi pasar modal begitu mempengaruhi kinerja industri asuransi jiwa.
Di tengah dinamika yang terjadi, pelaku industri semakin gencar melakukan sosialisasi dan memberikan literasi, untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Terlebih, saat ini tingkat penetrasi asuransi jiwa di Indonesia masih rendah, yaitu di bawah 5 persen, dari total jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 270 juta jiwa.