"Contoh, sektor perhotelan hidup tidak hanya dari penjualan kamar. Karyawan hotel bukan hanya bekerja untuk menyelesaikan urusan kamar, tapi juga fasilitas. Bisa fasilitas di ballroom, gym, dan macam-macam. Restoran juga begitu. Selama ada WFH akan sulit karena mengandalkan pergerakan orang. Dengan kondisi seperti ini, tidak semua restoran bisa bergerak untuk menjalankan bisnisnya," kata Maulana.
Di tengah kondisi tersebut, kata Maulana, pemerintah harus menjadi pemicu untuk menciptakan permintaan, tidak hanya hingga akhir tahun, tapi setidaknya hingga kuartal I 2020 yang merupakan low season bagi pengusaha hotel dan restoran.
Maulana menjelaskan, Januari hingga Maret merupakan periode low season sehingga efek dari anggaran yang dialokasikan khusus untuk baru bisa dirasakan setelah Maret.
"Itu yang agak mengkhawatirkan. Ini akan menjadi low season yang panjang. Harapannya, pemerintah bisa melakukan aktivitasnya lebih cepat sehingga tidak membuat makin banyak perusahaan yang gugur serta tidak memperparah dampak pandemi bagi tenaga kerjanya," tegasnya.
Adapun, pelaku usaha perhotelan dan restoran telah menjalankan sejumlah strategi selama masa pandemi.
Sebagai contoh, kata Maulana, pelaku usaha perhotelan dan restoran memberikan sejumlah paket wisata, seperti paket long stay, work from hotel, sekolah dari hotel sambil berlibur, paket staycation, paket wedding, serta paket-paket pertemuan dengan menerapkan protokol yang ketat.
"Dengan peran pemerintah yang maksimal, lanjutnya, ketika nanti permintaan membaik, hotel dan restoran bisa langsung melakukan penyerapan tenaga kerja. Untuk hotel dan restoran yang sifatnya musiman akan mudah saja untuk menyerap tenaga kerja," katanya.
BISNIS
Baca juga: PSBB DKI Jilid II, PHRI: Bisnis Restoran Rugi Rp 20 T, 30 Persen Terancam Tutup