TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tidak ingin agenda pemulihan akibat Covid-19 sekedar bertujuan untuk memperbaiki pertumbuhan ekonomi. Sri Mulyani menilai semua pihak harus melihat dengan kaca mata gender.
"Jangan lupa pandemi Covid ini paling berdampak pada perempuan" kata Sri Mulyani dalam dalam acara CNBC Debate on the Global Economy pada Kamis malam, 15 Oktober 2020.
Selain Sri Mulyani, hadir juga beberapa pimpinan lembaga multilateral. Di antaranya yaitu Managing Director International Monetary Fund (IMF) Kristalina Georgieva.
Lalu ada juga President European Central Bank (ECB) Christine Lagarde, dan mantan Menteri Keuangan Nigeria Ngozi Okonjo-Iweala yang kini jadi kandidat Director General World Trade Organization (WTO).
Sri Mulyani melanjutkan bahwa kebanyakan dari tenaga kesehatan yang saat ini berhadapan dengan Covid-19 juga adalah perempuan. Sehingga, kelompok ini menjadi sangat rentan dan harus didukung dengan cepat.
Berbagai bantuan diberikan pemerintah seperti jaring pengaman sosial dan stimulus bagi usaha kecil menengah. Sri Mulyani berharap sejumlah dukungan ini bisa menguntungkan kelompok perempuan yang paling terkena dampak ini.
Sebelumnya, beban bagi perempuan di masa pandemi ini juga disampaikan oleh Deputi Partisipasi Masyarakat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indra Gunawan. Ia mengatakan pandemi Covid-19 memberikan dampak paling besar kepada kelompok rentan, termasuk di antaranya anak-anak dan perempuan.
Menurut data kementerian hingga 9 Juni 2020, kurang lebih 5.970 pekerja perempuan mengalami pemutusan hubungan kerja dan 16.941 pekerja perempuan dirumahkan.
"Sebanyak 32.277 pekerja migran Indonesia dipulangkan dari berbagai negara, 70,41 persen di antaranya adalah perempuan," kata Indra, Rabu, 9 September 2020. Padahal, kata Indra, para pekerja migran tersebut setelah kembali ke Indonesia juga tidak semuanya bisa mendapatkan pekerjaan baru untuk menghidupi diri dan keluarganya.
Di sisi lain, Indra mengungkap banyak perempuan yang harus menjadi tulang punggung keluarga sebagai dampak dari pandemi Covid-19. "Perempuan menjadi tulang punggung keluarga karena suaminya berhenti bekerja, diisolasi, atau meninggal dunia karena COVID-19," ujarnya