Alasan pertama, kata Masyita, porsi utang valuta asing yang pada 31 Agustus 2020 mencapai 29 persen, masih terjaga. Sehingga, risiko nilai tukar lebih bisa dikelola dengan baik.
Alasan kedua, ujar dia, profil jatuh tempo utang Indonesia juga cukup aman dengan average time maturity atau ATM 8,6 tahun per Agustus 2020 dari sebelumnya 8,4 tahun dan 8,5 tahun di tahun 2018 dan 2019. "Rata-rata utang Pemerintah merupakan utang jangka panjang," kata Masyita.
Untuk memitigasi risiko fiskal, terutama pada portofolio utang, Masyita berujar pemerintah melakukan strategi aktif, meliputi buyback, debt switch, dan konversi pinjaman. Selain itu, secara umum tetap dilakukan manajemen yang baik terhadap waktu jatuh tempo dan pendalaman pasar keuangan.
Pemerintah juga, kata dia, tengah giat menggarap pasar domestik yang menyasar investor ritel dari rakyat Indonesia sendiri, antara lain dengan menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) ritel, serta pengembangan instrumen dan infrastruktur pasar SBN. "Ini dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri," ujar Masyita.
Baca: Data Bank Dunia Sebut Indonesia Masuk Daftar 10 Negara dengan Utang Terbesar