Output tahun ini dan bahkan 2021 di negara maju dan negara berkembang diproyeksikan akan berada di bawah level 2019. Namun hal ini tidak dialami Cina, di mana output diprediksi lebih tinggi tinggi dari 2019, karena perekonomiannya disokong oleh sektor manufaktur.
Secara umum, menurut Gopinath, krisis ekonomi kemungkinan besar akan berimbas jangka menengah karena pasar tenaga kerja perlu waktu untuk pulih. Selain itu investasi terhambat oleh ketidakpastian serta kehilangan waktu bersekolah bakal merusak modal SDM.
Setelah rebound pada 2021, pertumbuhan global diperkirakan akan melambat secara bertahap menjadi sekitar 3,5 persen dalam jangka menengah.
Gopinath juga menyebutkan kondisi kemiskinan ekstrim akan meningkat untuk pertama kalinya dalam lebih dari dua dekade, dan kehilangan output yang terus-menerus menyiratkan kemunduran besar terhadap standar hidup versus hari-hari sebelum pandemi. Orang miskin semakin miskin dengan hampir 90 juta orang diperkirakan akan jatuh ke dalam kekurangan ekstrim tahun ini.
Oleh karena itu, IMF mengingatkan agar dukungan fiskal dan moneter perlu tetap diberikan. "Kebangkitan dari bencana ini kemungkinan besar akan berlangsung lama, tidak merata, dan sangat tidak pasti. Penting agar dukungan kebijakan fiskal dan moneter tidak ditarik secara prematur, sebaik mungkin," tutur Gopinath.
BISNIS
Baca: Jokowi Sebut Pertumbuhan Ekonomi RI Masuk 3 Besar Dunia Versi IMF