TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia memasuki tahap ratifikasi Protokol to Implement the 7th Package of Commitment on Financial Under AFAS (ASEAN Framework Agreement on Services) alias Protokol ke-7 Jasa Keuangan AFAS. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Indonesia perlu meratifikasi protokol ini.
"Untuk dapat memanfaatkan potensi kerja sama jasa keuangan di ASEAN, khususnya asuransi umum syariah," kata Sri Mulyani dalam rapat bersama Komisi Keuangan DPR di Jakarta, Senin, 5 Oktober 2020.
Selain itu, Sri Mulyani mengatakan industri asuransi syariah di tanah air berpeluang berkembang melalui peningkatan investasi dan persaingan dengan ratifikasi ini.
Kemudian pertumbuhan industri umum syariah di Indonesia akan memperluas proyeksi dan mendorong pendalaman pasar keuangan. "Melalui ratifikasi, Indonesia juga dapat memanfaatkan perluasan akses pasar yang merupakan komitmen negara mitra ASEAN," kata Sri Mulyani.
Empat tahun sebelumnya, 23 Juni 2016, Menteri Keuangan ASEAN telah menandatangani Protokol ke-7 Jasa Keuangan AFAS ini. Saat itu, komitmen Indonesia tidak untuk menambah perluasan akses pasar.
Akan tetapi, Indonesia hanya memperjelas komitmen non-life insurace menjadi konvensional atau takaful (syariah). Sehingga, tidak ada aturan yang perlu disesuaikan di dalam negeri.
Melalui protokol ke-7 ini, Indonesia menegaskan pemberian izin bagi investor ASEAN untuk membuka jasa asuransi umum, baik konvensional maupun syariah dengan kepemilikan asing sesuai peraturan yang berlaku. Batasnya yaitu 80 persen sesuai UU Perasuransian.
Protokol ini sebenarnya merupakan serangkaian upaya untuk memperluas akses pasar jasa keuangan di ASEAN. Awalanya, AFAS dibentuk tahun 1995 sebagai landasar dasar menuju integrasi sektor jasa di ASEAN, termasuk jasa keuangan.
Sektor jasa selama ini berperan penting dan menyumbang 52 persen total PDB ASEAN. Tapi, tingkat ekonomi negara-negara ASEAN berbeda-beda, ada yang maju ada yang berkembang. Itu sebabnya, komitmen perluasan akses pasar jasa keuangan ini dilakukan bertahap.
Protokol pertama terbit tahun 1997. Lalu protokol kedua tahun 2002 dengan menyasar sektor perbankan. Kesepakatannya yaitu meningkatkan batasan kepemilikan asing dari 49 persen menjadi 51 persen. Lalu berturut-turut terbit sejumlah kesepakatan hingga protokol keenam pada 2015.