TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah telah memutuskan menyuntikkan dana Rp 22 triliun lewat skema bail in untuk menyelamatkan PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko menilai suntikan dana ini penting untuk menyelamatkan pemegang polis Jiwasraya.
Sebagai ilustrasi, kata Hexana, ada satu yayasan pensiun guru dengan anggota lebih dari 9.000 orang. Mereka menerima uang pensiun dari dari Jiwasraya setiap bulannya dalam jumlah yang memang tidak terlalu banyak.
"Ini tentu akan terdampak apabila keputusan yang diambil pemegang saham tidak menyelamatkan polis," kata Hexana dalam konferensi pers di Jakarta, Ahad, 4 Oktober 2020.
Totalnya, kata Hexana, jumlah pemegang polis Jiwasraya per 31 Agustus 2020 mencapai 2,63 juta orang. Di saat yang bersamaan, ekuitas perusahaan kini sudah minus Rp 37,4 triliun.
Staf khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan opsi bail in dipilih karena memberikan hak yang lebih baik bagi para pemegang polis. Ada opsi likuidasi atau pembubaran, tapi akan membuat hak yang diterima pemegang polis jauh lebih kecil.
"Ini (bail in) jauh lebih baik," kata Arya. Walau semua hak nasabah akan dipenuhi, tapi pembayaran akan dilakukan dengan skema cicilan.
Sejak Februari 2020, pemerintah sebenarnya telah menyiapkan tiga opsi penyelamatan Jiwasraya. Ketiganya adalah likuidasi atau pembubaran, bail out, dan bail in. Opsi likuidasi belum dipilih karena ada kekhawatiran dampaknya ke perusahaan asuransi lain.