"Badan khusus ini bukan menambah birokrasi, tapi bagaimana bisa mengeksekusi proyek, sehingga merangsang investor. Bahkan, kalau bisa badan itu one door service seperti SKK Migas. Ini akan bisa menjadi solusi pengembangan EBT," ujar Wakil Ketua Komisi VII DPR periode 2014-2019 itu.
Satya juga menyampaikan kunci utama pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) adalah soal harga yang tidak kompetitif.
"Tidak masuknya investasi EBT secara masif karena harga yang dipatok di bawah delapan sen dolar AS per kWh. Jadi, kalau ada investor dengan tawaran enam sen dolar, maka tidak akan masuk," katanya.
Dalam rapat tersebut, Satya juga menyoroti soal skema Build, Operate, Own, and Transfer (BOOT) sesuai Permen ESDM No 50 Tahun 2017.
Beleid itu menyebutkan aset pembangkit yang dibangun swasta akan menjadi milik PT PLN (Persero) setelah kontrak berakhir. "Tapi, masalahnya, perbankan tidak bisa memberikan jaminan kepada swasta yang membangun pembangkit itu. Jadi, investor sulit membangun memakai skema BOOT," katanya.