Terkait hal tersebut, Toha mempertanyakan peran OJK sebagai pemberi izin. Seharusnya OJK tidak menyetujui program Jiwasraya tersebut. “Mengajukan program itu kan ada acc (disetujui) dari OJK. Mestinya program-program yang membuat kolaps Jiwasraya ini salah satu kasus seharusnya tidak disetujui,” katanya.
Toha menduga minimnya pengawasan oleh OJK menyebabkan banyak kasus mulai dari Jiwasraya, beberapa lembaga keuangan, termasuk lembaga bukan BUMN yaitu Bumiputera. Kasus tersebut, kata dia, menyengsarakan banyak rakyat.
Oleh karena itu, Toha setuju menanggapi tuntutan yang sempat beredar terkait OJK dibubarkan dan fungsi pengawasan dikembalikan ke BI. “Logis dan masuk akal dengan adanya kejadian seperti ini,” kata dia.
Sebelumnya, dalam sesi dengar pendapat, Anggito Abimanyu berpendapat ke depan pengaturan sektor jasa keuangan bisa dilakukan oleh BI. Dengan begitu, OJK bisa fokus mengawasi sektor jasa keuangan, baik perbankan, IKNB, maupun fintech.
Adapun hubungan koordinasi antara BI dan Pemerintah dalam pelaksanaan tugas pengelolaan ekonomi makro dalam tata kelola kelembagaan permanen, menurut mantan Kepala Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan itu, bisa dilakukan lewat Dewan Kebijakan Ekonomi Makro atau DKEM.
Soal rencana pengembalian kewenangan pengawasan perbankan itu tertuang dalam Pasal 34 revisi Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Pasal tersebut menyebutkan tugas pengawasan bank dikembalikan ke BI dari yang saat ini berada di tangan OJK.
GABRIEL ANIN | RR ARIYANI
Baca: 60 Nasabah Meninggal Tanpa Dapat Kejelasan Pengembalian Uang dari Jiwasraya