Pemanfaatan yang masih minim, kata Arifin, hal itu disebabkan karena masalah tarif. Jadi, menurutnya, jika masalah tarif dapat diselesaikan maka investor akan terjamin investasinya. "Pemanfaatan EBT ini menjadi faktor yang sangat penting bagi Indonesia di masa kini dan mendatang karena akan mengurangi pemakaian energi fosil, walaupun tidak seluruhnya bisa dihapus," tutur Arifin.
Arifin memperkirakan, proses penyusunan regulasi mengenai tarif listrik EBT dapat selesai segera atau setidaknya dalam tahun ini. Dia mengatakan, prosesnya telah melalui diskusi dengan pelaku bisnis di sektor EBT.
"Pemerintah juga mengambil beberapa inisiatif antara lain misalnya untuk geothermal resiko eksplorasi akan diserap oleh Pemerintah, sehingga mengurangi resiko pada investor," pungkas Arifin.
Sebagaimana diketahui, pemanfataan EBT sebagai sumber energi menjadi harapan besar Bangsa Indonesia. Pemerintah menargetkan bauran energi nasional 23 persen bersumber dari energi baru terbarukan (EBT) di tahun 2025 mendatang. Hal ini telah tertuang pada Kebijakan Energi Nasional (KEN).
Kebijakan bauran EBT 23 persen ini telah diimplementasikan dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2019-2038 yang menjadi dasar penyusunan Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah (RUKD), maupun Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2019-2028.
Baca juga: Perpres Soal Harga Listrik dari Energi Baru dan Terbarukan Digodok