Klien yang menuntut ganti rugi pun, menurut Aakar, memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Ada yang akhirnya menerima kerugian tersebut setelah mendapat penjelasan dari Jouska, namun ada pula yang sama sekali tidak menerimanya.
Karena itu, kata Aakar, Jouska memilih bentuk penyelesaian yang berbeda-beda bergantung kepada kasus, tingkat toleransi klien terhadap risiko, dan pemahaman klien terhadap pasar modal.
Saat ini, Jouska masih memiliki kontrak kerja sama dengan 1.700 klien. Dari angka tersebut, 328 klien terkait dengan investasi di pasar modal, sementara yang lainnya berkaitan dengan konsultasi produk lain seperti restrukturisasi utang dan kredit, serta terkait asuransi.
Kini, dari 63 klien terkait investasi pasar modal yang mengajukan dispute, 45 persoalan klien di antaranya telah diselesaikan dengan perjanjian damai. "Setiap hari bertambah jumlahnya," tuturnya.
Sejak kasus Jouska menyeruak beberapa waktu lalu, Aakar mengatakan perusahaannya telah dipanggil oleh beberapa pihak, antara lain Satuan Tugas Waspada Investasi, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Otoritas Jasa Keuangan, hingga Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI.
Kasus Jouska muncul sejak pertengahan Juli lalu. Merebaknya kasus ini di antaranya dimulai dari tak sedikit klien perusahaan perencana keuangan tersebut mengeluhkan kinerja investasinya yang jeblok dengan nilai tak sedikit.
Dalam operasinya, Jouska melakukan kegiatan seperti penasihat investasi sebagaimana dimaksud dalam UU Pasar Modal yaitu pihak yang memberi nasihat (advisory) kepada pihak lain mengenai penjualan atau pembelian efek dengan memperoleh imbalan jasa. Otoritas Jasa Keuangan menemukan Jouska melakukan kerjasama dengan PT Mahesa Strategis Indonesia dan PT Amarta Investa Indonesia dalam pengelolaan dana nasabah seperti kegiatan Manajer Investasi (MI).
Baca juga: Kasus Jouska, Investor Jangan Terlena Tawaran Keuntungan Instan