Oleh BKPM, misalnya, ia mengaku diperiksa mengenai izin-izin usaha. "Audiensi dengan BKPM untuk ngecek kami punya OSS atau NIP waktu itu kami sudah sampaikan Jouska memiliki tiga Izin yaitu pengolahan data, konsultan manajemen lainnya, dan pendidikan lainnya," ujar Aakar.
Selanjutnya, audiensi dengan OJK juga membicarakan soal izin. Hasil dari pertemuan tersebut, kata Aakar, menyimpulkan bahwa Jouska tidak memerlukan izin sebagai penasihat investasi lantaran tidak menjual program efek. Namun, apabila perseroan hendak menjual produk efek, maka sedikitnya ada dua izin yang bisa diajukan, yaitu izin menjual produk seperti reksa dana dan izin penasihat investasi. "Nah itu kan bukan hanya izin secara badan tapi juga izin secara individu juga dilakukan," ujar Aakar.
Ia menegaskan selama ini perseroan tidak memiliki akses kepada akun kliennya. Sebab, akses tersebut hanya dimiliki klien dan sales sekuritas. Karena itu, OJK, menurut dia, merekomendasikan bahwa perseroan tidak perlu mengurus izin, tapi perusahaan tidak boleh merekomendasikan dan menjual produk pasar modal.
Sementara itu, dalam pemeriksaan oleh Bareskrim Mabes Polri, Aakar mengatakan hanya dipanggil untuk dimintai keterangan. Sejauh ini, ia mengaku baru satu kali diperiksa oleh kepolisian.
Kasus Jouska muncul sejak pertengahan Juli lalu. Merebaknya kasus ini di antaranya dimulai dari tak sedikit klien perusahaan perencana keuangan tersebut mengeluhkan kinerja investasinya yang jeblok dengan nilai tak sedikit.
Dalam operasinya, Jouska melakukan kegiatan seperti penasihat investasi sebagaimana dimaksud dalam UU Pasar Modal yaitu pihak yang memberi nasihat (advisory) kepada pihak lain mengenai penjualan atau pembelian efek dengan memperoleh imbalan jasa. Otoritas Jasa Keuangan menemukan Jouska melakukan kerjasama dengan PT Mahesa Strategis Indonesia dan PT Amarta Investa Indonesia dalam pengelolaan dana nasabah seperti kegiatan Manajer Investasi (MI).
Baca juga: Diduga Langgar 3 UU, Bareskrim Ikut Usut Kasus Jouska