Selain soal menteri yang masih baru, Sri Mulyani mengatakan kendala dalam penyerapan anggaran penanganan Covid-19 adalah perkara data. Ia mengatakan pemerintah harus memastikan bahwa anggaran yang telah disiapkan tersebut bisa mengalir secara tepat.
"Menyiram uang kepada masyarakat atau ekonomi tidak seperti menyiram toilet. Anda harus menyiram, lalu seseorang akan mengauditnya. Jadi harus bisa memastikan siapa sasarannya, apakah ada nama, alamat, atau nomor rekening penerimanya," ujar Sri Mulyani.
Pemerintah, kata dia, juga harus memastikan apakah bantuan itu sampai di tangan orang yang berhak menerima bantuan tersebut. Sehingga, semua itu berkaitan dengan data yang dimiliki pemerintah.
Selain soal data yang harus termutakhir, kata Sri Mulyani, tantangan juga ada pada sistem penyaluran anggaran tersebut. Apakah dana itu akan disalurkan melalui perbankan, pos, atau melalui bentuk sembako. Ia mengatakan pemerintah sudah banyak mendiskusikan pelbagai bentuk kebijakan dalam tiga bulan terakhir.
"Awalnya kami mau melakukan ini atau itu, tapi kemudian datanya seperti itu, maka kita harus mengubah atau memodifikasi kembali desain kebijakan tersebut menyesuaikan dengan situasi," ujar Sri Mulyani.
Hingga 6 Agustus 2020, realisasi anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional baru mencapai Rp 151,25 triliun atau 21,8 persen dari keseluruhan pagu anggaran Rp 695,2 triliun. Masalah penyerapan anggaran sempat menjadi sumber kemarahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi kepada para menterinya. Jokowi meminta jajarannya untuk bisa memacu penyerapan anggaran tersebut.
Baca juga: Uang Baru Peringatan Kemerdekaan RI ke-75, Sri Mulyani: Dicetak 75 Juta Lembar