TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan defisit pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021 dipatok sekitar 5,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka tersebut setara dengan Rp 971,2 triliun.
"Defisit ini lebih rendah dibandingkan defisit anggaran di tahun 2020 sekitar 6,34 persen dari PDB atau sebesar Rp 1.039,2 triliun," ujar Jokowi dalam pidato penyampaian keterangan pemerintah atas Rancangan Undang-undang tentang APBN Tahun Anggaran 2021 beserta nota keuangannya, di Kompleks Parlemen, Jumat, 14 Agustus 2020.
Dia mengatakan program pemulihan ekonomi akan terus dilanjutkan bersamaan dengan reformasi di berbagai bidang. Karena itu, kebijakan relaksasi defisit melebihi 3 persen dari PDB masih diperlukan. "Dengan tetap menjaga kehati-hatian, kredibilitas, dan kesinambungan fiskal," kata dia.
Rancangan kebijakan APBN 2021, tutur dia, diarahkan antara lain untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19. Kedua, anggaran juga diarahkan mendorong reformasi struktural untuk meningkatkan produktivitas, inovasi, dan daya saing ekonomi.
"Ketiga, mempercepat transformasi ekonomi menuju era digital; serta keempat, pemanfaatan dan antisipasi perubahan demografi," ujar Jokowi.
Karena akan banyak ketidakpastian, dia mengatakan RAPBN harus mengantisipasi ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia, volatilitas harga komoditas, serta perkembangan tatanan sosial ekonomi dan geopolitik. "Juga efektivitas pemulihan ekonomi nasional, serta kondisi dan stabilitas sektor keuangan."
Jokowi pun mengatakan pelaksanaan reformasi fundamental juga harus dilakukan melalui reformasi pendidikan, reformasi kesehatan, reformasi perlindungan sosial, dan reformasi sistem penganggaran dan perpajakan.
CAESAR AKBAR
Baca juga: MPR Gelar Sidang Tahunan, Jokowi Sampaikan Pidato Kenegaraan