Proyek padat karya sebenarnya jadi salah satu pilihan karena menyerap tenaga kerja dan meningkatkan konsumsi. Shanti pun setuju jika program ini harus lebih banyak digalakkan. Sehingga dari berbagai kondisi ini, meneruskan stimulus, mendorong program padat karya, ada kebutuhan akan uang untuk mendanainya.
Oleh sebab itu, Wakil Ketua Komite Permanen Hubungan Internasional, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia ini menilai opsi pencetakan uang bisa diambil pemerintah. Shanti menyadari ada dampak yang akan dilahirkan dari mencetak uang, salah satunya adalaH inflasi.
Akan tetapi, ia meyakini pemerintah sudah memilik kemampuan untuk mengendalikannya. "Kita terlatih me-manage inflasi, tapi kita tidak terlatih untuk me-dampak yans minus 5,32 persen (pertumbuhan ekonomi) dan kemungkinan akan turun lagi," kata dia.
Hal senada disampaikan oleh Ketua Badan Anggaran DPR MH Said Abdullah yang menilai Bank Indonesia (BI) bisa mencetak uang dengan jumlah Rp 400-600 triliun sebagai penopang dan opsi pembiayaan yang dibutuhkan oleh pemerintah.
Lalu, Mantan Menteri Perdagangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Gita Wirjawan juga menyarankan pemerintah menyiapkan setidaknya Rp 1.600 triliun untuk menangani Covid-19 dalam enam bulan ke depan. Untuk memenuhi biaya tersebut, ia mengusulkan BI untuk melakukan pelonggaran kuantitatif easing alias mencetak uang untuk mengguyur masyarakat.
"Ujung-ujungnya, ini duitnya dari mana? Mau gak mau harus dicetak, itu solusi dari saya," ujar Gita kepada Tempo, Rabu, 15 April 2020.
Gubernur BI Perry Warjiyo memastikan lembaganya tidak akan melakukan pencetakan uang baru di luar mekanisme lazim. "Ini mohon maaf kebijakan itu tidak lazim dengan kebijakan moneter yang prudent. Agar masyarakat paham, mohon pandangan itu tidak lagi disampaikan. Pandangan itu tidak akan dilakukan di BI," kata Perry, Rabu, 6 Mei 2020.
Baca juga: Defisit Anggaran 2021 Melebar, Sri Mulyani: Rasio Utang Bisa Mendekati 40 Persen