TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan bercerita bahwa program pengelolaan sampah yang tengah dikerjakan pemerintah dengan sistem energi terbarukan disoroti Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Sebab, dalam program itu, lembaga antirasuah menduga ada tipping fee yang disinyalir bisa merugikan negara.
Tipping fee merujuk pada anggaran yang dibebankan kepada pemerintah daerah untuk pengelolaan sampah. Luhut menjelaskan, tipping fee yang dimaksud KPK bukan penyalahgunaan anggaran.
Sebab, tipping fee itu merupakan ongkos kebersihan yang diperlukan dalam mengatasi masalah-masalah sampah. “Orang kritik kita soal sampah ada faktor merugikan negara kalau dengan tipping fee dan bisa jadi masalah. Itu adalah ongkos kebersihan,” tutur Luhut dalam konferensi pers peresmian sistem pengolahan sampah RDF di Cilacap, Jawa Tengah, Selasa, 21 Juli 2020.
Luhut melanjutkan, pekerjaan untuk mengelola sampah menjadi energi terbarukan memang membutuhkan biaya yang banyak. Di samping itu, program ini tak serta-merta menguntungkan secara material lantaran keperluannya adalah untuk menjaga kelestarian lingkungan.
Dikutip dari laman resmi KPK, lembaga itu pada 6 Maret lalu mengundang Menteri Energi, Sumber Daya Alam dan Mineral (ESDM) Arifin Tasrif untuk membahas kajian Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) dan pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengelolaan Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi. Berdasarkan persamuhan itu, Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan memaparkan pelbagai masalah yang ditemukan.
Salah satu persoalan yang dikemukakan ialah biaya layanan pengelolaan sampah (BLPS) yang bersumber dari APBD dan penghitungannya berdasarkan volume per ton. Biaya itu tidak termasuk biaya pengumpulan, pengangkutan, dan proses akhir.
Menurut Pahala dalam rapat itu, BLPS memberatkan daerah. Pendapatan asli daerah pun habis untuk ongkos tipping fee pengangkutan. Padahal, belum ada teknologi pengelolaan sampah yang berhasi. KPK pun menyarankan implementasi Perpres Nomor 35 Tahun 2018 diarahkan ke program waste to energy.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA