TEMPO.CO, Jakarta – PT Hutama Karya (persero) Tbk tengah berupaya memperbanyak skema pembiayaan alternatif pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera untuk mengurangi ketergantungan terhadap kas pemerintah.
Senior Executive Vice President Corporate Secretary PT Hutama Karya, Muhammad Fauzan, mengatakan porsi besar proyek sepanjang total 2.878 kilometer, bila termasuk ruas sirip atau jalur penghubung, tersebut memang merupakan penugasan yang membutuhkan sokongan penyertaan modal negara (PMN).
“Tapi, sejauh ini pendanaannya juga berasal dari sumber non-PMN tunai, seperti sindikasi perbankan, monetisasi aset jalan tol, hingga surat utang jangka menengah (global medium term notes/GMTN)” ucapnya kepada Tempo, Kamis 9 Juli 2020.
Menurut Fauzan, bentuk permodalan yang tak membebani keuangan negara itu sudah mencapai Rp 56,51 triliun, sejak masa pembangunan 2015 hingga saat ini. Tanpa merincikan lebih jauh, dia menyebut jumlah itu sudah mencakup pendanaan dari partner ekuitas dan dukungan dana tunai (viability gap fund /VGF) konstruksi untuk beberapa bagian Trans Sumatera, sepanjang 80 kilometer
Pada 2015, 2016, serta 2019, perseroan sudah menerima kucuran PMN hingga Rp 16,1 triliun untuk pengerjaan salah satu proyek strategis nasional tersebut. Setidaknya ada Rp 11,5 triliun dari jumlah tersebut yang dipakai untuk pengerjaan delapan ruas, yang terbesar untuk Tol Pekanbaru-Dumai sepanjang 131 kilometer yang membutuhkan lebih dari Rp 3 triliun. Tahun ini pun Hutama dua kali menerima PMN sebesar total Rp 11 triliun.
Jumlah Rp 3,5 triliun pada tahap pertama dialokasikan untuk penyelesaian sisa ruas jalan tol Pekanbaru – Dumai, dan pengembangan ruas Terbanggi Besar - Kayu Agung. Adapun PMN sebesar Rp 7,5 triliun di tahap berikutnya untuk pengerjaan Tol Simpang Indralaya-Muara Enim, serta untuk Tol Pekanbaru-Pangkalan.
“Kami sedang mencari pendanaan lainnya,” tutur Fauzan. “Strategi creative financing masih terus dibahas dengan regulator.”