TEMPO.CO, Jakarta – Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) Didiek Hartantyo mengatakan perusahaannya membutuhkan modal pinjaman sebesar Rp 1,2 triliun untuk membayar pemenuhan biaya pegawai. Modal ini diperlukan untuk mencegah adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) di masa pandemi.
“Saat ini kami memiliki jumlah pegawi 46 ribu orang. Kami tidak ada PHK dan tidak ada pemotongan gaji,” ujar Didiek dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR, Rabu, 8 Juli 2020.
Didiek mengatakan biaya Rp 1,2 triliun itu merupakan komponen yang telah direncanakan dalam pemanfaatan dana talangan yang akan diberikan pemerintah kepada perseroan. Rencananya, Kementerian Keuangan melalui lembaga pembiayaan negara akan mengucurkan dana sekitar Rp 3,5 triliun dengan skema pinjaman.
Adapun upaya untuk mempertahankan karyawan merupakan skenario utama yang dilakukan KAI di masa krisis. Menurut Didiek, pihaknya berupaya mempertahankan pegawai karena keberadaan mereka merupakan aset utama perseroan.
“Dalam masa krisis, yang pertama kali saya lakukan adalah protect people, baik kesehatan maupun kesejahteraannya,” ucapnya. Saat ini, perusahaan menghitung anggaran yang dibutuhkan untuk membayar karyawan mencapai Rp 26 miliar per bulan.
Sejak wabah Covid-19 menyerang Tanah Air pada Maret lalu, KAI telah mengalami kerugian pendapatan secara beruntun hingga Juni 2020. Pada Maret, perseroan mencatatkan defisit kas bersih yang berasal dari operasional sebesar minus Rp 693 miliar. Kemudian berturut-turut pada April 2020, perusahaan akan defisit Rp 811 miliar, Mei Rp 414 miliar, dan Juni Rp 574 miliar. Sedangkan pada akhir tahun, KAI diperkirakan mengalami defisit hingga Rp 3,4 triliun.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA