TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Ombudsman Ahmad Alamsyah Saragih mengatakan ada lima kementerian yang paling banyak menyumbang komisaris terindikasi rangkap jabatan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada tahun 2019.
Mereka adalah Kementerian BUMN dengan 55 orang komisaris, Kementerian Keuangan 42 orang, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 17 orang, Kementerian Perhubungan 17 orang, dan Kementerian Sekretaris Negara 16 Orang.
"Jadi itu urutannya, paling banyak dari Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan, saya enggak mengerti kenapa Kementerian Keuangan, apakah uang itu selaras dengan pelayanan publik yang dilakukan BUMN, saya tidak paham," ujar Alamsyah dalam konferensi video, Ahad, 28 Juni 2020.
Selain lima kementerian itu, Alamsyah menyebutkan komisaris terindikasi rangkap jabatan juga berasal dari kementerian koordinator sebanyak 13 orang, Kementerian Perindustrian 9 orang, Kementerian Perdagangan 9 orang, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional 8 orang, dan kementerian lainnya 68 orang.
Alamsyah mempersoalkan rangkap jabatan yang disertai dengan rangkap penghasilan tersebut, khususnya di Kementerian Keuangan. Pasalnya, menurut dia, remunerasi pegawai Kementerian Keuangan termasuk yang tertinggi di Indonesia. Namun, ia melihat banyak juga dari Kemenkeu yang rangkap jabatan dan rangkap penghasilan.
"Kami jadi meragukan remunerasi tinggi ini penting tidak bagi ASN, kalau begini caranya. Tidak ada keinginan pilih salah satu pemasukan tapi rangkap penghasilan," ujar Alamsyah.
Sebelumnya, Alamsyah menuturkan, berdasarkan data tahun 2019, komisaris terindikasi rangkap jabatan tercatat mencapai 397 orang di BUMN dan 167 orang pada anak perusahaan.
"Mayoritas komisaris ditempatkan di BUMN yang tidak memberikan pendapatan signifikan, bahkan beberapa merugi," ujar Alamsyah.
Ombudsman mencatat komisaris asal kementerian terindikasi rangkap jabatan tercatat mencapai 64 persen atay 254 orang dari total komisaris di perusahaan pelat merah pada 2019.
Selain itu, komisaris asal lembaga non kementerian ada 112 orang atau 28 persen. Sedangkan, komisaris BUMN yang berasal dari kalangan akademikus atau perguruan tinggi dan terindikasi rangkap jabatan berjumlah 31 orang atau 8 persen.
"Kami juga pernah persoalkan rapat pengambilan ini, di sini kami mendapatkan masih ada yang rangkap jabatan ini rangkap penghasilan. Ini berbahaya dan kalau dibiarkan terus, makin hari konflik kepentingan ini makin besar," ujar Alamsyah.
Alamsyah mengatakan kalau kondisi yang berbenturan dengan regulasi ini terus dibiarkan, maka akan terjadi suatu ketidakpastian dalam rekrutmen, pengabaian etika dan konflik kepentingan. "Serta hal-hal yang sifatnya diskriminatif dan akuntabilitas yang buruk dari proses rekruitmen itu."
Menurut dia, rangkap jabatan komisaris di BUMN ini akan memperburuk tata kelola dan mengganggu pelayanan publik yang diselenggarakan perseroan. Sehingga, kalau hal yang sifatnya etik, akuntabilitas, penghasilan ganda itu dibiarkan, maka akan membuat kepercayaan publik terhadap BUMN menjadi buruk.
CAESAR AKBAR