TEMPO.CO, Jakarta - Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) atau bank BUMN memproyeksi kebutuhan likuiditas total sekitar Rp 156 triliun sebagai akibat restrukturisasi kredit kepada debitur terdampak COVID-19. Restrukturisasi kredit ini salah satunya diperlukan untuk penundaan angsuran pokok dan subsidi bunga selama enam bulan.
“Akibat penundaan pembayaran pokok, perbankan mengalami tekanan likuiditas,” kata Ketua Himbara Sunarso dalam diskusi daring Menjaga Industri Perbankan di tengah Pandemi COVID-19 di Jakarta, Jumat 15 Mei 2020.
Baca Juga:
Direktur Utama BRI itu merinci untuk penundaan angsuran pokok selama enam bulan proyeksi kebutuhan likuiditas mencapai Rp 144 triliun dan subsidi bunga mencapai Rp 12,1 triliun.
Dari jumlah itu, lanjut dia, BRI untuk penundaan pokok mencapai Rp91 triliun dan subsidi bunga mencapai Rp5,8 triliun.
“Nasabah boleh tunda pembayaran pokok tapi bank tidak boleh menunda pembayaran deposito jatuh tempo kepada deposan,” imbuhnya.
Mengingat besarnya kebutuhan likuiditas itu, khusus BRI sudah mencari cara untuk mendapatkan kucuran dana.
BRI, lanjut dia, akan mendapat kucuran pinjaman sebesar 1 miliar dolar AS dari 13 bank asing untuk menjaga likuiditas dari tekanan akibat dampak pandemi COVID-19.
“Ternyata dalam situasi sekarang, Indonesia khususnya BRI dipercaya oleh internasional, buktinya mereka dengan mudah memberikan pinjaman ke kita,” katanya.
Besaran bunga dari pinjaman itu diklaim murah yakni rata-rata di bawah dua persen.
Dia menjelaskan kucuran pinjaman itu akan masuk pada Juni 2020 sehingga akan memperkuat cadangan devisa dan selanjutnya akan ditukarkan dalam bentuk rupiah.