TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk atau Bank Banten Fahmi Bagus Mahesa menjelaskan kondisi likuiditas Bank Banten akibat pandemi Covid-19. Menurut dia, likuiditas Bank Banten yang menampung arus kas keuangan daerah terpengaruh penerimaan pajak daerah seperti pengurusan Samsat yang terganggu.
Di saat bersamaan, penarikan dana pemerintah provinsi maupun daerah kabupaten dan kota cukup besar. Kondisi tersebut semakin menekan likuitas Bank Banten.
Meskipun demikian, Fahmi cukup berbangga karena berhasil menekan kerugian pada kuartal I 2020. Pada periode tersebut, Bank Banten berhasil menekan kerugian hingga 42,9 persen dibandingkan periode sama tahun lalu menjadi Rp 31,866 miliar.
"Walau ada keterbatasan permodalan, tetapi kami bisa lakukan efisiensi di berbagai bidang operasional maupun non operasional. Kami bisa tekan kerugian ini di tiga bulan pertama, ini cukup baik di tengah kondisi ini," katanya dalam video conference, Kamis, 30 April 2020.
Bahkan, Fahmi optimistis setelah pandemi Covid-19 berakhir, Bank Banten akan bisa mencetak laba. Namun, Bank Banten harus menambah modal terlebih dahulu pada semester I 2020.
"Bank Banten bisa hasilkan laba, kami sudah menilai awal tahun 2020, dengan catatan kinerja keuangan yang jauh membaik," katanya.
Pada 23 April lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan segera memproses permohonan rencana penggabungan usaha atau merger bank yaitu PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (Bank Banten) ke dalam PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (Bank BJB).
BISNIS