TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyebut setidaknya ada 4 faktor yang bisa mendorong nilai tukar rupiah ke Rp 15.000 per dolar Amerika Serikat pada akhir tahun ini. Pertama, bank sentral melihat nilai tukar saat ini masih undervalue.
"Defisit transaksi berjalan kita lebih rendah dari semula 2,5 sampai 3 persen PDB pada kuartal I insya Allah di bawah 1,5 persen PDB, sehingga keseluruhan tahun bisa di bawah 2,5 persen," tutur Perry dalam siaran langsung, Rabu, 29 April 2020. Ia mengatakan CAD yang rendah mengartikan kekurangan devisa menjadi lebih rendah untuk mendukung penguatan nilai tukar ke arah fundamental.
Perry mengatakan nilai tukar saat ini yang berada di kisaran Rp 15.400 per dolar AS cenderung dipengaruhi faktor teknikal. Hal tersebut ditunjukkan oleh faktor premi risiko, yang tampak dari indeks volatilitas yang berada pada angka 38, alias masih di atas kondisi normal sebelum adanya wabah Virus Corona. Setelah wabah berlalu, ia meyakini indeks tersebut akan turun, diikuti dengan premi risiko. "Bisa mendorong ke tingkat fundamental."
Berikutnya, Perry mengatakan Bank Indonesia akan terus menjaga stabilitas dengan berada di pasar. Bank sentral siap melakukan intervensi baik di pasar spot maupun membeli surat berharga negara di pasar sekunder guna menjaga nilai tukar.
Faktor terakhir, Perry meyakini akan ada arus modal asing yang masuk pada triwulan III dan triwulan IV 2020. "Saat ini seret, kadang masuk, kadang keluar," ujar Perry. Meski demikian ia melihat penawaran untuk membeli surat berharga negara meningkat.
Secara historis sejak 2011 hingga sekarang periode outflow itu empat bulan dengan rata-rata berjumlah Rp 29,2 triliun dan akan selalu diikuti periode arus modal asing masuk (inflow) yang lebih lama, yaitu 21 bulan dengan jumlah rata-rata Rp 229,2 triliun.