Febrio juga menilai, tambahan anggaran dari Kemenkeu ini sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam upaya mengatasi dampak kerusakan lingkungan hidup dan perubahan iklim yang terus terjadi setiap tahunnya. "Sebab dalam hitungan pemerintah, hingga tahun 2050 nanti, kerugian ekonomi yang muncul dalam dua dekade terakhir sudah mencapai kisaran 1,4 persen nilai PDB saat ini," ujarnya.
Selain mekanisme TAPE TAKE, dukungan pendanaan perubahan iklim dari luar Indonesia seperti Green Climate Fund (GCF) juga diharapkan mampu dimanfaatkan oleh daerah sebagai alternatif pembiayaan non-publik. Febrio mangatakan pemrakarsa proyek perubahan iklim nasional dapat mengajukan proposal pendanaan GCF kepada BKF setiap saat.
Meski Sri Mulyani telah menyampaikan komitmen ini, langkah pemerintah terhadap perubahan iklim masih menuai kritik. Salah satunya dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi, yang menilai cara negara melegalkan praktik ekonomi ekstraktif yang merusak aspek sosial lingkungan, meski telah meratifikasi Paris Agreement.
"Krisis yang terjadi sama sekali tidak membuat negara ini berubah. Bumi kita, bumi Indonesia dibiarkan terus dirusak oleh investasi. Negara dan korporasi jadi aktor utamanya,” kata Direktur Eksekutif Nasional WALHI Nur Hidayati dalam keterangan resmi di Jakarta, dalam peringatan Hari Bumi yang jatuh pada hari ini, Rabu, 22 April 2020.