Di samping memberikan bantuan pelatihan, Panji memastikan penerima manfaat Kartu Prakerja juga akan memperoleh biaya hidup atau modal usaha. Ihwal pengalihan skema pelatihan kartu prakerja yang dianggap tidak efektif, Panji menyerahkan hal tersebut kepada Komite Cipta Kerja dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, sebelumnya menilai pemerintah gagal paham dalam mengambil kebijakan kartu prakerja di masa pandemi. Musababnya, ia menilai penganggur yang terkena imbas lesunya industri akibat virus corona bukan lagi pekerja baru yang membutuhkan pelatihan.
Karena itu, menurut Enny, untuk menjaga perekonomian di tengah maraknya PHK, pemerintah semestinya berfokus menjaga konsumsi. Sebab, berdasarkan struktur perekonomian Indonesia, kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi adalah konsumsi domestik.
Menurut Enny, pemerintah semestinya bisa menambah anggaran bantuan itu dari dana Kartu Prakerja. Maksudnya, anggaran senilai Rp 5,6 triliun untuk pelatihan dari total anggaran Rp 20 triliun Kartu Prakerja sebaiknya direalokasikan ke bantuan langsung. Bantuan langsung ini dianggap lebih tepat sasaran dan jelas pemanfaatannya ketimbang Kartu Prakerja yang sifatnya masih trial and error atau uji coba.
"Jadi, dalam kondisi darurat, respons pemerintah semestinya bukan business as usual. Tidak usah bikin kebijakan yang trial and error. Sebab, kebijakan yang jauh lebih efektif seperti jaring pengaman sosial untuk menggerakkan ekonomi saja sudah ada," tutur Enny.