Namun, ia menyatakan upaya kementerian ini masih terlalu dominan berorientasi untuk kepentingan ekonomi. Hal ini dirasa berisiko tinggi karena bukan tak mungkin mobilisasi masyarakat dapat membentuk episentrum penularan virus yang baru di level daerah.
"Masifnya infeksi virus ke daerah akan membuat sistem pelayanan RS di daerah jebol, mengingat kondisi infrastruktur dan jumlah dokter dan tenaga kesehatan yang sangat terbatas," katanya.
Ia mengimbuhkan, pengawasan di lapangan pun akan sulit seandainya masyarakat tetap pulang kampung saat Lebaran lantaran tak dilarang. Menurut Tulus, dalam keadaan mudik yang identik dengan kerumunan perantau, petugas akan sukar mengontrol protokol kesehatan yang telah ditetapkan. Begitu juga untuk pembatasan penumpang dalam kendaraan pribadi. "Mudik itu acara keluarga, tak mungkin dipisahkan dengan pembatasan kapasitas penumpang kendaraan pribadi," ujarnya.
Ia khawatir, situasi yang terjadi di lapangan akan justru menimbulkan kompromistis antara petugas lapangan dan pemudik. "Karena kasihan, lalu dibiarkan," ucapnya.
Ketimbang memutuskan kebijakan mudik yang ambigu dan terkesan gamang, Tulus menyarankan pemerintah secara tegas memberlakukan larangan mudik dari zona merah. Di samping itu, ia meminta pemerintah juga memberikan kompensasi kepada perantau yang tidak mudik, apalagi yang telah kehilangan pekerjaannya.