TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sekar Putih menjelaskan siapa saja debitur (termasuk UMKM) yang bisa mendapatkan kelonggaran ataupun restrukturisasi kredit pembiayaan akibat dampak dari penyebaran virus corona Covid-19.
"Antara lain pariwisata, transportasi, perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian, dan pertambangan," kata Sekar dalam keterangan tertulis, Rabu malam, 26 Maret 2020.
Selasa lalu, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyampaikan bahwa OJK memberikan kelonggaran/relaksasi kredit UMKM untuk nilai di bawah Rp 10 miliar baik kredit atau pembiayaan yang diberikan bank maupun industri keuangan non-bank kepada debitur perbankan. Mereka akan diberikan penundaan pembayaran kredit sampai dengan satu tahun dan penurunan bunga. Hal tersebut tertuang dalam ketentuan yang mengatur secara umum pelaksanaan restrukturisasi kredit/pembiayaan sebagai akibat dampak penyebaran virus corona Covid-19.
Menurut Sekar, POJK No. 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical mengatur bahwa yang mendapatkan perlakuan khusus dalam POJK ini adalah debitur (termasuk UMKM) yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban pada Bank karena debitur atau usaha debitur terdampak penyebaran Covid-19 baik secara langsung ataupun tidak langsung pada sektor ekonomi.
Dalam POJK itu, kata dia, jelas diatur bahwa pada prinsipnya bank dapat melakukan restrukturisasi untuk seluruh kredit/pembiayaan kepada seluruh debitur, termasuk debitur UMKM, sepanjang debitur-debitur tersebut teridentifikasi terkena dampak Covid-19.
"Pemberian perlakuan khusus tersebut tanpa melihat batasan plafon kredit/pembiayaan," kata dia.
Menurut dia, secara umum dalam pemberian restrukturisasi, bank mengacu pada POJK penilaian kualitas asset. Namun dalam penerapan ataupun skema restrukturisasinya dapat bervariasi dan sangat ditentukan oleh kebijakan masing-masing bank tergantung pada asesmen terhadap profil dan kapasitas membayar debiturnya.
Sekar mengatakan OJK menekankan kepada seluruh bank agar dalam pemberian kebijakan restrukturisasi ini dilakukan secara bertanggung jawab sebagai moral hazard.
"Jangan sampai ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab (freerider/aji mumpung)," ujarnya.
Hal itu, kata dia, terkait dengan debitur yang sebelumnya lancar namun kemudian menurun kinerja usahanya sebagai dampak Covid 19. Terkait itu, OJK justru meminta bank proaktif membantu debiturnya dengan menawarkan skema restrukturisasi yang tepat, baik dari sisi jangka waktu, besaran cicilan ataupun relaksasi bunga.
Sebagai suatu ilustrasi pemberian restrukturisasi yang tidak bertanggung jawab antara lain adalah kebijakan restrukturisasi diberikan kepada nasabah yang sebelum merebaknya Covid-19 sudah bermasalah namun memanfaatkan stimulus ini dengan memberikan restrukturisasi agar status debiturnya menjadi lancar. Tindakan tidak terpuji ini yang harus dihindari oleh bank.
HENDARTYO HANGGI