TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Kamar Dagang Industri Indonesia atau Kadin Rosan P. Roeslani mengatakan industri farmasi di Indonesia tengah mengalami masa-masa berat. Di tengah pandemi virus corona, industri mesti berebut bahan baku dari Cina dengan negara lain.
"Saat ini bahan baku dari Cina mulai terkirim lagi. Namun, harus berebut dengan negara lain," tutur Rosan di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa, 17 Maret 2020.
Sejak merebaknya virus corona di Cina pada awal tahun lalu, pasokan bahan baku untuk industri farmasi Indonesia seret. Musababnya, produksi pabrik di Negeri Tirai Bambu digunakan untuk memenuhi kebutuhan warga lokal. Di sisi lain, operasional pabrik juga tidak berjalan seperti biasa imbas dampak mewabahnya virus.
Meski pasokan bahan baku dari Cina menipis, Rosan memastikan stok itu masih akan aman hingga Juni nanti. Adapun menurut laporan asosiasi secara nasional, sekitar 95 persen kebutuhan bahan baku farmasi di Indonesia memang berasal dari impor.
Nilai impor bahan baku obat setiap tahun mencapai US$ 2,5 miliar hingga US$ 2,7 miliar dengan nilai impor bahan baku terbesar berasal dari Cina yang mencapai 60 persen. Selanjutnya, berturut-turut diikuti India dan negara lainnya.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita sebelumnya telah menyatakan akan mendorong agar industri farmasi bisa mempercepat substitusi bahan baku impor dengan bahan baku lokal. Dengan begitu, devisa negara bisa ditingkatkan dan stabilitas pertumbuhan ekonomi dalam negeri dapat dipertahankan.
"Apalagi saat ini terjadi wabah corona, di mana upaya kesehatan masyarakat meningkat tajam sehingga kebutuhan obat-obatan juga naik,” kata Agus, 11 Maret lalu.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | ANTARA