TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan putusan Mahkamah Agung yang membatalkan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan, berpengaruh kepada seluruh rakyat. Karena, jika satu pasal saja dibatalkan mempengaruhi seluruh keberlangsungan BPJS Kesehatan.
"Tentu kita melihat keputusan tersebut bahwa Perpres BPJS pengaruhnya ke seluruh rakyat Indonesia," kata Sri Mulyani di Gedung Marie Muhammad Jakarta, Selasa, 10 Maret 2020.
Kemarin, Mahkamah Agung membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang ditetapkan pemerintah sejak 1 Januari 2020 melalui Pasal 34 ayat 1 dan 2 Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Beleid inilah yang digugat oleh Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia atau KPCDI.
Adapun daftar iuran yang dibatalkan yaitu Rp 42 ribu untuk peserta Kelas III, Rp 110 ribu untuk Kelas II, dan Rp 160 ribu Kelas I. Sehingga, iuran yang berlaku kembali merujuk pada aturan sebelumnya yaitu Perpres 82 Tahun 2018, dengan rincian: Rp 25.500 Kelas III, Rp 51 ribu Kelas II, dan Rp 80 ribu Kelas I.
Menurut Sri Mulyani, sebelum membuat peraturan presiden, pemerintah melihat dan mempertimbangkan semua aspek. Kendati begitu, dia memahami kebijakan itu tidak bisa memuaskan semua pihak.
"Tapi itu policy yang secara hati-hati pemerintah mempertimbangkan seluruh aspek. Pertama, aspek dari keberlangsungan program JKN," ujar dia.
Dia mengatakan pemerintah mempertimbangkan agar BPJS Kesehatan bisa tetap memberi pelayanan.
Kedua, kata dia, pemerintah memperhatikan aspek keadilan di masyarakat. Di satu sisi, ada 96,8 juta masyarakat miskin yang iurannya dibayar negara. Dan di sisi lain, kata dia, mereka yang mampu diminta ikut bergotong-royong dengan dibagi jadi tiga kelas.
"Kami melihat seluruh peserta dan kesehatan keuangan BPJS Kesehatan dan kewajiban mereka untuk semua faskes 2.500 rumah sakit dan faskes pertama, apotek, pekerja kesehatan, semua itu ekosistem itu dicoba untuk tuangkan dalam perpres itu," kata Sri Mulyani.
HENDARTYO HANGGI