TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perhubungan belum memutuskan langkah lebih lanjut untuk menindaklanjuti permohonan penyetopan sementara pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Permintaan itu sebelumnya disampaikan oleh Komite Keselamatan Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat atau PUPR.
"Kami dengarkan dulu masukan-masukan dan tentu saja kami akan lebih dulu melakukan komunikasi internal pemerintah untuk mengambil langkah-langkah lanjutan," ujar Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Djoko Sasono di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Senin, 2 Maret 2020.
Djoko masih enggan menjelaskan dampak permintaan penyetopan sementara proyek yang digarap konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia-Cina itu atau KCIC. Ia memastikan bakal mengumpulkan informasi lebih banyak dari pihak-pihak terkait. "Kami belum bisa mengatakan (dampaknya)," tutur dia.
Pelaksana tugas Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Danis Sumadilaga sebelumnya menyatakan surat permintaan pemberhentian proyek sementara telah dikirimkan kementeriannya kepada KCIC. Ia pun meminta konsorsium segera merespons imbauan tersebut. "Harapannya segera ditindaklanjuti KCIC," kata ujarnya akhir pekan lalu pada Tempo.
Kementerian PUPR melalui Komite Keselamatan Konstruksi Kementerian PUPR meminta proyek kereta cepat Jakarta-Bandung disetop selama dua pekan, terhitung mulai hari ini, 2 Maret 2020. Ada setidaknya enam alasan yang melatari proyek tersebut mesti ditangguhkan berdasarkan surat imbauan yang diterima Tempo.
Pertama, pembangunan proyek dianggap kurang memperhatikan kelancaran akses keluar-masuk jalan tol. Kedua, pembangunan ini diduga kurang memperhatikan manajemen proyek sehingga terjadi penumpukan material pada bahu jalan. Akibatnya, fungsi drainase di sekitar jalan pun terganggu dan kebersihan serta keselamatan pengguna jalan turut terdampak.
Ketiga, pembangunan proyek dianggap telah menimbulkan genangan air pada Jalan Tol Jakarta-Cikampek yang menyebabkan kecametan. Dampaknya, arus lalu-lintas terhambat. Kelancaran pengiriman logistik pun ditengarai terganggu.
Keempat, pengelolaan sistem drainase buruk sehingga menyebabkan keterlambatan pembuangan saluran drainase. Karenanya, jalanan di sekitar lokasi konstruksi acap banjir.
Kelima, pembangunan pilar yang dikerjakan oleh KCIC di KM 3+800 terhitung tanpa izin sehingga berpotensi membahayakan keselamatan pengguna jalan. Keenam, pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja atau K3, keselamatan lingkungan, dan keselamatan publik dinilai belum memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Danis, dalam surat itu, menyatakan pekerjaan proyek kereta cepat dapat dilanjutkan kembali selama perusahaan telah melakukan evaluasi menyeluruh atas pengelolaan pelaksanaan konstruksi. Pelaksanaannya pun mesti sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 21/PRT/M/2019.
"Aturan itu menjamin keselamatan konstruksi, pekerja, lingkungan, dan publik yang disetujui oleh Komite Keselamatan konstruksi," tuturnya.
Dihubungi terpisah, Kepala Humas KCIC Denny Yusdiana belum memberikan responsnya kepada Tempo terkait permintaan penundaan pembangunan proyek tersebut hingga Senin, 2 Maret 2020.