TEMPO.CO, Jakarta - Ketersediaan bahan baku sejumlah industri yang diimpor dari Cina mulai terdampak akibat penyebaran virus corona atau Covid 19. Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Farmasi Indonesia Dorodjatun Sanusi mengatakan sekitar 60-62 persen bahan baku obat impor berasal dari Cina. Sebagian besar, bahan baku tersebut diproduksi di Hubei dan sekitarnya, yang merupakan sumber penyebaran virus.
"Sebanyak 20 persen impor bahan baku obat yang berasal dari India pun ternyata bahan awalan mereka juga berasal dari Cina. Dampaknya besar sekali dan dirasakan oleh negara lain terkait Cina," ujar Dorodjatun kepada Tempo, Selasa 25 Februari 2020.
Dorodjatun mengatakan produksi bahan baku dari Cina belum pulih sejak libur panjang akhir tahun hingga saat ini. Selain masalah produksi, Dorodjatun mengatakan aktivitas logistik juga masih terhambat. Ketidakpastian ini, kata Dorodjatun, telah menyebabkan kenaikan harga bahan baku obat. Bahkan kenaikan harga bahan baku di India sudah menembus 40 persen.
Saat ini, pasokan bahan baku obat dalam negeri masih tersedia hingga Maret mendatang. Meski begitu, untuk memenuhi kebutuhan setelah Maret sudah dipastikan ada kenaikan harga bahan baku dan berubah setiap saat. "Pengaruhnya setelah Maret ini kami baru bisa lihat. Masalah ketidaktersediaan bahan baku ini bisa serius, umumnya order (bahan baku) sekarang (harganya) sudah naik," kata dia.
Dampak penurunan pasokan bahan baku juga dirasakan oleh industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Rizal Tanzil Rakhman mengatakan pasokan bahan baku untuk dye stuff atau obat celup, kain, hingga suku cadang mesin industri garmen dari Cina saat ini sudah terhenti.
"Selama ini ketiga bahan ini impor dari Cina dan pasokannya tidak pernah banyak karena sesuai pengiriman. Kalau ada keterlambatan bahan baku, terancam akan ada keterlambatan ekspor," ujar Rizal kepada Tempo, kemarin.
Keterlambatan pengiriman, ujar Rizal, juga bisa berdampak pada sanksi atau penalty dari negara pengimpor, khususnya garmen. Menurut Rizal, pelaku usaha bisa saja memasok bahan baku selain dari Cina, seperti India, Korea, dan Vietnam. Namun, sudah dipastikan harga lebih mahal 20 hingga 30 persen. Dengan terganggunya pasokan bahan baku. Rizal memprediksi capaian ekspor tahun ini bisa meleset dari target.
"Kami butuh kepastian kapan shipment (pengiriman) kapan berjalan secepatnya. Pemerintah juga bisa fasilitas kebutuhan yang bisa disuplai oleh produksi lokal," ujar Rizal.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan penyebaran dampak virus corona mempengaruhi impor barang baku yang selama ini kontribusinya 74 persen dari total impor. Meski saat ini pasokan masih mencukupi, Susiwidjono memprediksi dalam satu hingga dua bulan ke depan siklus manufaktur akan kesulitan produksi.
"Puncaknya Covid 19 itu sekitar 20 hingga 30 Januari. Kalau dua bulan lebih, itu berarti di pertengahan Maret mulai terasa. Jadi pemerintah harus mulai memikirkan ini," ujar Susiwidjono.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani mengatakan terganggunya altivitas manufaktur akibat terhambatnya pasokan bahan baku masih sulit diatasi. Menurut dia, kendalanya ada pada disrupsi rantai pasok bahan baku produksi. Satu-satunya solusi, ujar Shinta, adalah dengan mendiversifikasi pasokan tersebut dari dalam negeri maupun di negara lain.