TEMPO.CO, Jakarta - Untuk pertama kalinya, pemerintah resmi mematok target inflasi khusus untuk volatile food atau komponen bergejolak. Untuk tahun 2020, target inflasi volatile food ditetapkan sebesar 4 persen plus minus 1 persen.
“Ini untuk menjaga daya beli dan kesejahteraan dari masyarakat,” kata Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kemenko Perekonomian, Iskandar Simorangkir, dalam konferensi pers di Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Kamis, 13 Februari 2020.
Dikutip dari laman Bank Indonesia, inflasi volatile food adalah inflasi yang dipengaruhi oleh kejutan dalam kelompok barang seperti bahan makanan. Hal-hal yang dapat membuat harga bergejolak tiba-tiba antara lain musim panen, gangguan alam, dan faktor perkembangan harga pangan domestik dan internasional.
Selama ini, pemerintah tidak pernah menetapkan inflasi volatile food. Pemerintah hanya menetapkan inflasi secara umum, yang pada 2020 sebesar 3 persen plus minus 1 persen. Namun hari ini, rapat sejumlah menteri bidang ekonomi memutuskan target angka inflasi volatile ini.
Selama ini, inflasi volatile food tercatat paling tinggi dibandingkan inflasi komponen lainnya. Januari 2020, inflasi umum tercatat sebesar 2,68 persen secara tahunan. Lalu, inflasi komponen inti dan inflasi harga yang diatur pemerintah, masing-masing 2,88 dan 0,64 persen. Sementara, inflasi volatile food mencapai 4,13 persen.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan mengatakan selama ini inflasi volatile food tidak dipatok khusus karena harganya yang sangat sensitif. Setelah ini, kata dia, pemerintah akan melengkapi instrumen apa yang dibutuhkan agar target inflasi volatile food bisa tercapai. “Agar disparitas harga antardaerah dan antarwaktu bisa diperbaiki lagi,” kata dia.