TEMPO.CO, Jakarta - Pakar Hukum Internasional Hikmahanto Juwana menyindir pernyataan dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan soal keberadaan kapal ikan Cina di Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau. Menurut dia, Cina tetap akan getol mempertahankan klaim mereka bahwa Laut Natuna Utara tersebut adalah wilayah tangkap ikan tradisional mereka.
“Kemarin Pak Luhut bilang nelayan Cina bisa menangkap ikan dengan izin Indonesia, yaa Cina gak akan setuju,” kata Hikmahanto dalam diskusi di Jakarta Selatan, Senin, 13 Januari 2020.
Minggu lalu, Luhut mengatakan Cina bisa saja melakukan penangkapan ikan di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia, selama mengantongi izin. "Harus izin dulu dong, berdasarkan Undang-undang Internasional kan untuk ekonomi harus izin, kalau di laut lepas ya sudah bebas," ujar dia di Kantor Kementerian Maritim dan Investasi, Jakarta, Jumat, 3 Januari 2019.
Menurut dia, Cina sudah mengklaim Laut Natuna Utara masuk wilayah tradisional di dalam nine dash line. Sehingga, ketika ditawari izin oleh Indonesia, kata Hikmahanto, Cina tentu akan mengatakan, “ini wilayah saya, kenapa minta izin ke Indonesia?”
Jika Cina meminta izin ke Indonesia untuk menangkap, kata Guru Besar Universitas Indonesia ini, maka sama saja artinya mereka mundur dari klaim nine dash line. Hikmahanto menilai hal tersebut mustahil terjadi. “Kalau masalah teritori, orang tidak akan mundur selangkah pun,” kata dia.
Alih-alih memberi izin tangkap ikan kepada nelayan Cina, Hikmahanto menyarankan pemerintah melanjutkan penenggelaman kapal seperti era Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. “Kita pura-pura gak tahu aja dengan 9 garis putus-putus (nine dash line) mereka,” kata dia.
Selain itu, Hikmahanto menyarankan agar pemerintah menambah jumlah nelayan di area ZEE tersebut. Sebab, kata dia, pemerintah tidak bisa sekedar mengklaim ZEE adalah bagian dari Indonesia, tapi nelayan lokal tidak ada di sana. “Karena secara Internasional, hukum bisa diabaikan kalau ada kehadiran di sana, nah Cina hadir di sana (Natuna) secara fisik,” kata Hikmahanto.