TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas atau BPH Migas mengatakan kuota solar bersubsidi tahun 2020 berpotensi untuk kembali jebol. Sebab, tambahan kuota solar yang disetujui oleh Komisi Energi DPR hanya 700 juta kiloliter (KL).
“Padahal dari data BPH, ada kelebihan (tambahan) 1,5 juta KL,” kata Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa dalam acara penyerahan SK Kuota BBM bersubsidi kepada sejumlah BUMN di Kantor BPH Migas, Jakarta Selatan, Senin, 30 Desember 2019.
Jebolnya kuota solar bersubsidi juga telah terjadi tahun ini. Dari kuota 14,5 juta KL, realisasinya mencapai 16 juta KL. Jebolnya kuota solar ini terjadi karena penyaluran yang tidak tepat sasaran.
Fanshurullah mengatakan, saat ini baru PT Kereta Api Indonesia atau KAI saja yang menerapkan sistem digital untuk penyaluran solat di kereta mereka. Sehingga, solar bersubsidi bisa tepat sasaran. “Sementara di ASDP dan Pelni, belum sama sekali,” kata dia.
Untuk itu, Fanshurullah berharap BUMN lain yang menerima solar bersubsidi dari pemerintah bisa mempercepat proses digitalisasi ini. Ia ingin agar implementasi tersebut bisa diterapkan oleh ASDP, Pelni, dan BUMN penerima lain paling lambat Juni 2020.
Di sisi lain, BPH Migas juga telah mengubah sistem penyaluran solar bersubsidi di tahun depan. Jika biasanya gelondongan untuk satu tahun, maka kini disalurkan per triwulan. “Jadi tim BPH bisa memantau dan mengevaluasi penyalurannya,” kata dia.