TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan atau OJK Wimboh Santoso memastikan waktu penindakan pelanggaran di industri jasa keuangan sudah dipertimbangkan secara matang oleh para pembuat kebijakan. “Waktu yang tepat kan otoritas yang tahu,” ujarnya, Jumat, 29 November 2019.
Pernyataan itu merespons kondisi pasar yang tertekan beberapa hari terakhir setelah otoritas membubarkan 6 produk reksa dana milik PT Minna Padi Aset Manajemen yang menjanjikan imbal hasil pasti (fixed return). Sebelumnya, para pelaku pasar menilai keputusan OJK untuk membubarkan produk reksa dana di tengah kondisi pasar yang masih lemah ini belum tepat.
Pada perdagangan hari Jumat kemarin pukul 14.24 WIB, indeks harga saham gabungan (IHSG) masih belum mampu menembus ke atas level 6.000 kendati menguat 0,77 persen ke level Rp 5.998. Sepekan terakhir, IHSG belum pernah ditutup di zona positif dan sejak awal tahun indeks jeblok 3,12 persen.
Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee menjelaskan bahwa tekanan terhadap indeks berasal dari dalam maupun luar negeri secara bersamaan. Dari sentimen eksternal, Presiden AS Donald Trump menandatangani legislasi yang menunjukkan dukungan kepada demonstran di Hong Kong membuat investor kembali pesimistis kesepakatan dagang bakal tercapai.
“Kedua, yang kami lihat adalah pasar berhati-hati di dalam negeri. Pada awal pekan ini sebenarnya market positif terus di global karena ekspektasi perang dagang [tadinya] bagus. Tapi di dalam negeri ada kasus Minna Padi, pembubaran reksa dana jadi menekan kinerja indeks,” kata Hans, Kamis, 28 November 2019.
Pada akhir pekan lalu OJK meminta PT Minna Padi Aset Manajemen untuk membubarkan 6 produk reksa dana yang menawarkan imbal hasil pasti (fixed return). Dari daftar yang beredar, terdapat banyak saham berfundamental baik dan berkapitalisasi besar yang menjadi underlying asset produk reksa dana yang dibubarkan tersebut.
Perintah pembubaran produk reksa dana mewajibkan fund manager melikuidasi isi produk di pasar dalam tempo 60 hari dan wajib mengembalikan semua dana kepada investor.
Hal ini akan menekan saham-saham yang dijual oleh manajer investasi tersebut. Belum lagi bila kasus ini berkembang dan ada lagi MI yang diminta membubarkan produknya dikhawatirkan bisa menjadi snowball effect dan membuat pelaku pasar semakin gugup.
Tak hanya itu, kasus gagal bayar dari PT Narada Asset Management juga disebut membuat broker berhati-hati dalam memberikan batas margin yang membuat transaksi di pasar saham sepi.
BISNIS