Selain skema FLPP, Endang mengatakan pengembang sudah mencoba mengalihkan kepada skema bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan (BP2BT). Hal ini juga didukung dengan mempermudah sertifikat laik fungsi (SLF), tabungan, dan uang muka. Namun, kata dia, kuota yang disediakan tidak banyak. Tak hanya itu, persyaratan penyerahan permohonan persetujuan kredit akan ditutup pada 11 November mendatang.
“Karena tidak ada FLPP, masyarakat yang membatalkan akad karena tidak mau ke BP2BT itu 15 persen. Mereka rela walau harus menunggu tahun depan,” tutur Endang.
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Heri Eko Purwanto menuturkan permohonan penambahan anggaran untuk rumah subsidi dengan KPR skema FLP masih menunggu Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Sampai saat ini, PMK tersebut belum juga diterbitkan. “Saya sudah bilang pada teman-teman (pengembang) jangan terlalu bergantung pada FLPP untuk menyalurkan rumah bagi MBR karena ada alternatif BP2BT,” ujar Endang.
Saat ini, Heri mengatakan potensi skema BP2BT itu sebanyak 7 ribu unit untuk tahun ini. Namun, hingga saat ini realisasinya maish jauh dari target. Untuk tahun depan, Heri menuturkan pemerintah berencana akan mengalokasikan BP2BT sebanyak 50 ribu unit. “Kami juga sudah berikan relaksasi untuk dorong animo masyarakat,” ujar Heri.
Direktur Jenderal Anggaran Askolani menuturkan belum ada keputusan atas permohonan tambahan anggaran untuk rumah subsidi dengan KPR skema FLPP. Menurut Askolani, untuk permohonan tersebut masih dikoordinasikan dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). "Koordinasi dilakukan untuk melihat secara lengkap potensi dan kesiapan sampai akhir tahun, serta kelanjutan pada 2020," tutur Askolani kepada Tempo.
CAESAR AKBAR | LARISSA HUDA