Pada semester I 2019, Bank Mandiri membukukan laba sebesar Rp 13,5 triliun atau tumbuh 11,1 persen yoy. Direktur Bisnis dan Jaringan Bank Mandiri Hery Gunardi mengatakan laba ini dikontribusikan oleh kenaikan pendapatan bunga sebesar 14,85 persen (yoy) dan penurunan biaya CKPN sebesar 21,28 persen.
"Kondisi itu juga diiringi dengan perbaikan kualitas kredit dan pengendalian biaya operasional yang berhasil kami tekan hingga tumbuh terkendali di single digit," kata Hery, Juli lalu.
Tahun lalu, kinerja Bank Mandiri tergolong moncer. Entitas itu membukukan laba bersih pada 2018. Saat tutup buku tahun lalu, bank pelat merah itu mencatat membukukan laba bersih Rp 25 triliun dengan pertumbuhan dua digit, yakni 21,2 persen secara year on year atau yoy.
Kinerja tersebut juga didukung keberhasilan perseroan memperbaiki kualitas kredit yang tercermin pada penurunan rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) dari 3,46 persen pada 2017 menjadi 2,75 persen di akhir tahun 2018. Kondisi ini memangkas alokasi biaya pencadangan perseroan menjadi Rp 14,2 triliun dari Rp 15,9 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Kinerja positif itu disambut dengan target cukup ambisius untuk kinerja 2019. Misalnya untuk penyaluran kredit, Bank Mandiri menetapkan ada pertumbuhan dobel digit 10 hingga 12 persen. Adapun rasio NPL gross dipatok tetap terjaga di kisaran 2,5-2,7 persen.
Target penyaluran kredit Bank Mandiri tergolong ambisius di tengah gejolak perang dagang Amerika Serikat-Cina yang membuat sejumlah negara mengoreksi pertumbuhannya. Terbukti, Bank Mandiri kini mulai tertatih-tatih mengejar target yang dipatok. Lima hari lalu, Bank Mandiri mengumumkan telah memangkas target pertumbuhan kredit hingga akhir 2019 menjadi 8 persen hingga 9 persen.
Dari sisi pengembangan bisnis, Bank Mandiri pada April lalu sempat berencana menggencarkan aksi korporasi dengan mengakuisisi PT Bank Permata Tbk. Bank Mandiri kala itu ingin menggeser posisi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. sebagai bank beraset paling besar di Tanah Air.
Bank Mandiri—yang saat itu memiliki aset Rp 1.202,25 triliun--berpotensi melampaui BRI seumpama akuisisi terealisasi karena BRI hanya mengantongi aset Rp 1.296,89 triliun. Adapun Bank Permata yang kala itu tercatat sebagai bank dengan ekuitas lumayan cerah digadang-gadang dapat mempertebal aset korporasi Bank Mandiri.
Kementerian BUMN sejatinya telah memberikan lampu hijau terkait rencana aksi korporasi tersebut. Pemerintah selaku pemegang saham pengendali menyerahkan sepenuhnya kepada pihak manajemen. Namun, tak lama berselang, Bank Mandiri akhirnya memutar arah. Akuisisi gagal karena mereka kesulitan mendapatkan kursi pemegang saham mayoritas.
Perseroan memilih berbelok memprioritaskan untuk ekspansi ke luar negeri. Juni lalu, Bank Mandiri berencana mengakuisisi bank di Filipina dan Vietnam. Target akuisisi dipatok teralisasi pada tahun depan.