TEMPO.CO, Jakarta - Asisten Deputi Usaha Industri Agro dan Farmasi II Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Agus Suharyono mengatakan bahwa Perum Bulog saat ini harus menanggung bunga utang yang sangat besar setiap harinya yakni mencapai Rp 10 miliar.
"Bunga itu catatan kami hampir Rp 10 miliar satu hari. Kami juga harus menyiapkan 4 ribu karyawan yang tiap hari membutuhkan Rp 6 miliar," kata Agus saat penutupan diskusi di Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat, 1 November 2019.
Baca Juga:
Menurutnya, utang dari Bulog itu bisa diselesaikan apabila ada kerja sama dengan pihak pemerintah dalam pemberian tugas yang jelas, seperti penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), dan menjaga Cadangan Beras Pemerintah (CBP), serta diberikan peran lain agar bisa mencetak laba. "Itu akan selesai kalau ruang-ruang kosong regulasi itu bisa diisi," tambahnya.
Sementara, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso atau Buwas membenarkan pihaknya harus menanggung bunga yang sangat besar tersebut, karena dalam menyerap beras petani dia mengatakan harus pinjam uang dulu ke bank. Dia mengatakan, dengan meningkatnya bunga utang tersebut karena beras Bulog yang lamban terserap oleh pasar, sehingga berdampak kepada kualitas dan harga pangan tersebut.
"Nah kita bicara pangan maka ada waktu dan kualitas. Ini akan turun-turun, kalau lama tidak dipakai ini akan rusak, padahal uangnya pinjam. Tidak disalurkan, kualitasya turun, ini dampaknya ke harga, dengan kualitas turun harga turun, ini dilema," kata dia.
Buwas menjelaskan, merasa terganggu dengan citra Bulog yang selalu disebarkan tidak baik sehingga mengganggu dari peforma dari perseoraan plat merah tersebut.
"Karena penugasan itu, beras yang sudah turun mutu dilempar juga ke pasar untuk rastra dan raskin, jelek pasti berasnya. Itulah image yang membuat Bulog negatif. Dulu TNI dan POLRI menggunakan beras Bulog. Tapi karena jelek diputus, engga mau lagi pakai beras Bulog," ujarnya
Dirinya juga mengutarakan, bahwa Bulog saat ini tidak mempunyai pangsa pasar khusus dan sulit menembus pasar komersil. Sebabnya citra buruk terlanjur melekat pada Bulog dan pasar komersil sudah terkotak-kotak dengan distributor tertentu.
Padahal Buwas mengaku, bisa memenuhi permintaan pasar terkait stok beras. "Nah masalah-masalah itu bikin Bulog terpuruk, apalagi image yang tercetak jelek, berasnya berkutu, dan lain-lain," ucapnya.