TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso menyebut realisasi penyaluran beras untuk Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) baru mencapai sekitar 42 ribu ton atau 6 persen per 31 Oktober 2019 dari target alokasi yang ditetapkan.
Budi Waseso atau akrab disapa Buwas pesimis BUMN sektor pangan tersebut bisa mencapai target penyaluran beras untuk BPNT sebesar 700 ribu ton hingga akhir tahun 2019. "Kan baru satu bulan (penyaluran berasnya). Baru 6 persen dari target. Paling maksimal hingga akhir tahun 160.000-an ton dari target 700 ribu ton," kata Buwas pada acara diskusi di Kementerian BUMN Jakarta, Jumat, 1 November 2019.
Baca Juga:
Buwas menjelaskan rendahnya penyaluran beras BPNT tersebut tidak terlepas dari berbagai penolakan di lapangan terhadap program pemerintah untuk masyarakat tidak mampu tersebut.
Tantangan Bulog untuk menyalurkan beras BPNT salah satunya dipicu oleh anggapan dari masyarakat tentang rendahnya kualitas beras Bulog yang bau dan berkutu pada program sebelumnya, yakni Beras Sejahtera (Rastra).
Selain itu, Buwas mengungkapkan bahwa ada mafia penyalur BPNT yang melakukan kejahatan. Salah satu modus yang dilakukan adalah manipulasi menukar beras Bulog dengan beras lain yang kualitasnya lebih rendah ke dalam kantung bermerek Bulog.
Sebelumnya, mantan Kepala BNN tersebut mengungkapkan bahwa karung beras berlogo Bulog diperjualbelikan secara bebas di situs online dengan harga Rp1.000 per karung.
Akibatnya, masyarakat penerima bantuan terkecoh dan mengira bahwa beras bermutu rendah, yakni bau, berkutu dan kusam, adalah beras produksi Bulog.
Dengan kondisi tersebut, Bulog pun kesulitan menembus segmen pasar BPNT karena citra produk beras yang tidak bermutu tersebut.
Saat ini, stok beras Bulog mencapai 2,3 juta ton untuk cadangan beras pemerintah (CBP) dan sekitar 170 ribu ton beras komersial. Ada pun sisa alokasi beras yang tidak tersalurkan untuk BPNT akan digunakan untuk operasi pasar.
"Sisanya ya kita tidak bisa apa-apakan lagi. Kita gunakan beras itu untuk operasi pasar atau untuk komersial," kata Budi Waseso.
ANTARA