TEMPO.CO, Jakarta - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan optimistis kenaikan iuran hingga 100 persen dapat berdampak positif pada likuiditas dan perlahan mengatasi persoalan defisit keuangan yang tak kunjung mereda sejak 2014 lalu. “Tapi mungkin tidak akan langsung selesai defisit 2019 tertutup, secara bertahap, setidaknya di 2020 kita sudah bernafas legas,” ujar juru bicara BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma’ruf kepada Tempo, Rabu 30 Oktober 2019.
Iqbal berujar pasca kenaikan iuran dilakukan, lembaganya terus berbenah dan menyusun rencana prioritas. “Kami dalam jangka pendek harus segera menyelesaikan keterlambatan pembayaran klaim pada rumah sakit, ini sudah mulai dilakukan karena kenaikan iuran untuk kelas penerima bantuan iuran (PBI) dari pemerintah kan sudah dilakukan pada 1 Agustus 2019,” katanya.
Adapun berdasarkan kalkulasi sementara yang dilakukan BPJS Kesehatan, surplus diproyeksi akan mulai terjadi di tahun depan. Sebaliknya, jika opsi kenaikan iuran tak diambil, defisit akan terus bertambah, dan diprediksi mencapai Rp 77 triliun di 2024.
Meski demikian, Iqbal mengatakan BPJS Kesehatan tak hanya mengandalkan kenaikan iuran untuk mengatasi defisit. Menurut dia, ada sejumlah upaya lain yang akan dilakukan di antaranya memperbaiki tata kelola anggaran dan memastikan seluruh sistem berjalan efisien. “Contohnya untuk pemberlakuan kapitasi berbasis komitmen pelayanan, artinya fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) harus memenuhi parameter yang diprasyaratkan dalam peraturan Menteri Kesehatan yang mengatur, dan penerapan rujukan online,” ujar dia.
Koordinator BPJS Watch Timboel Siregar mengungkapkan kenaikan iuran PBI pada Agustus 2019 belum akan mampu menutup defisit keuangan yang diperkirakan Kementerian Keuangan mencapai Rp 32,8 triliun. Pasalnya, hingga akhir tahun ini, dana yang terkumpul dari kenaikan iuran PBI baru sebesar Rp 12,7 triliun. Adapun dana tersebut berasal dari PBI tanggungan APBN dan APBD.
Kenaikan itu diberlakukan pada 96,6 juta peserta PBI dari APBN dan 37 juta peserta yang ditanggung APBD. “Untuk menutup sisa defisit itu pemerintah tetap harus memberikan dana bantuan kepada BPJS Kesehatan,” kata Timboel. “Jika tidak maka akan menjadi beban program Jaminan Kesehatan Nasional – Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) tahun depan. “Sehingga utang ke rumah sakit dan mitra sudah dibayarkan semua di 2019, dan 2020 dimulai tanpa utang ke rumah sakit,” ucap dia.