TEMPO.CO, Jakarta - Pemegang saham dan jajaran manajemen PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. pada hari ini melakukan kunjungan kerja ke kantor Wakil Presiden Ma'ruf Amin. Kehadiran manajemen lengkap beserta pemegang saham ke kantor wakil presiden merupakan bagian dari silaturahmi dan mengucapkan selamat atas terpilihnya Ma'ruf Amin sebagai Wakil Presiden.
Hayunaji, Head of Corporate Affairs Bank Muamalat menjelaskan, wakil presiden memiliki sejarah panjang dengan Bank Muamalat karena telah menjadi Dewan Pengawas Syariah bank ini dalam 17 tahun terakhir. "Mereka (pemegang saham, komisaris dan direksi) datang ke Jakarta untuk ucapkan selamat ke Pak Kiai (Ma'ruf). Sudah 17 tahun Pak Kiai bersama Muamalat (sebagai DPS)," kata Hayunaji di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Senin, 28 Oktober 2019.
Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar satu jam itu, Bank Muamalat yakin dapat terus tumbuh dan berkembang di Indonesia. Secara garis besar, kata Hayunaji, Ma'ruf Amin mendukung ekonomi syariah terus tumbuh di Tanah Air.
Apalagi Bank Muamalat merupakan lembaga keuangan syariah pertama di Indonesia. "Pak kiai sangat support mendukung pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia. Bank Muamalat sebagai lembaga syariah pertama di Indonesia (pesan beliau) harus dijaga going concern-nya," kata Hayunaji menirukan Ma'ruf Amin.
Masuknya Ma'ruf Amin dalam jajaran kabinet membawa optimisme tersendiri bagi penyelamatan Bank Muamalat. Pasalnya saat masih menjabat sebagai ketua DPS, Ma’ruf sempat mengatakan bahwa pemerintah perlu turun tangan membantu persoalan Muamalat.
"Saya kira pemerintah itu tentu harus memfasilitasi dan mudah-mudahan tidak lama lagi selamat,” kata Ma'ruf Amin singkat usai rapat dewan syariah di Muamalat Tower, medio September2018 lalu.
Sebelumnya, perusahaan yang didirikan pada 1 November 1991 oleh kelompok Islam ini mencari kucuran dana segar lebih kurang sejak 2 tahun lalu. Kebutuhan penyehatan Bank Muamalat pun tampak kian mendesak.
Salah satunya karena Kinerja bank pada paruh kedua tahun ini memburuk seiring dengan merosotnya kemampuan rentabilitas bank. Dana segar tersebut hendak digunakan untuk menambal aset bermasalah yang membengkak.
Rasio pembiayaan macet atau NPF Bank Muamalat sebetulnya sudah menunjukkan tanda bahaya sejak 2013. Puncaknya yakni pada 2015, di mana rasio pembiayaan bermasalah kotor perusahaan mencapai 7,11 persen atau lebih kurang hampir Rp 3 triliun.
Jumlah itu terhitung sangat besar. Angkanya hampir serupa dengan modal inti Bank Muamalat yang per 31 Desember 2015 sebesar Rp 3,13 triliun.
BISNIS